REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI, Tri Nuke Pudjiastuti, menyatakan perekaman dan pendataan digital Candi Borobudur adalah salah satu aspek kunci dalam pendekatan digital humanities (humaniora digital). Menurutnya, mengelola warisan budaya juga dapat dilakukan dengan teknologi digital.
"Hal ini merupakan cara baru pemanfaatan teknologi digital untuk konseptualisasi permasalahan, target, dan inovasi yang terkait dengan riset dan pengelolaan warisan budaya," kata Nuke, dalam keterangannya, Rabu (21/4).
Menurut Nuke, kerjasama ini memanfaatkan teknologi digital berupa perekaman digital dan visualisasi 3D untuk menggali aspek arkeologis dan sejarah yang selama ini luput dari penelitian yang sudah ada tentang Candi Borobudur. Pada saat yang sama, kerja sama penelitian ini memanfaatkan teknologi digital tersebut untuk pengembangan konsep arkeologi dan antropologi publik.
"Konsep tersebut dapat dimanfaatkan untuk memberikan dimensi pendekatan baru dalam relasi antara pengelolaan cagar budaya dengan masyarakat pengguna," kata dia lagi.
Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Kewilayahan LIPI, Ganewati Wuryandari mengungkapkan, di sisi akademis kerja sama penelitian ini menjadi kesempatan yang sangat berharga untuk mengembangkan metode riset digital. Dalam hal kajian warisan budaya, dapat memanfaatkan teknologi terbaru seperti, kecerdasan buatan atau //artificial intelligence, machine learning//, dan visualisasi transparan, serta kaitan antara metode riset digital.
"Konsep yang digunakan adalah analisis sosial untuk melihat perubahan sosial terkait kemajuan teknologi digital dalam pengelolaan warisan budaya," ungkap Ganewati.
Adapun saat ini, proses digitalisasi Candi Borobudur baru tercapai sebagian. Hal ini disebabkan cakupan target digitalisasi Candi Borobudur yang sangat luas. Proses pemindaian perlu dilakukan beberapa tahap.
Sampai akhir 2020, pemindaian telah dilakukan dengan menerapkan teknik fotogrametri jarak dekat. Peneliti Pusat Penelitian Kewilayahan LIPI Fadjar Ibnu Thufail menjelaskan proses ini telah berhasil mencakup 75 persen dari selasar tingkat pertama candi. Pemotretan fotogrametri akan terus dilakukan sampai mencakup seluruh tingkat bangunan candi.
Ia menyatakan, salah satu capaian penting dalam penelitian tahap pertama tersebut adalah keberhasilan konversi foto cetak Relief Karmawibhangga menjadi model 3D digital. Relief Karmawibhangga saat ini tertutup oleh kaki candi dan tidak bisa dinikmati publik.
"Hanya 3 panel yang sengaja dibuka, tetapi, pada saat dilakukan rekonstruksi candi oleh Belanda pada awal abad ke-20, seluruh panel relief ini telah difoto oleh fotografer Kasijan Chepas. Tim ahli dari Universitas Ritsumeikan Jepang berhasil menciptakan algoritma dengan menggunakan teknologi machine learning untuk mengkonversi foto 2D relief Karmawibhangga menjadi model digital 3D," kata dia menjelaskan.
Pada tahap penelitian selanjutnya, tim peneliti akan menggabungkan model 3D yang diperoleh dari pemindaian fotogrametri jarak-dekat. Ia berharap, model 3D yang dihasilkan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelestarian dan penelitian Candi Borobudur, serta mendukung aspek pendidikan publik dan pariwisata.