Rabu 21 Apr 2021 10:26 WIB

Vonis Bersalah Polisi Pembunuh George Floyd yang Belum Cukup

Vonis bersalah Chauvin tak tutup fakta ketidakadilan ras masih terjadi di Amerika.

Masyarakat bereaksi di dekat mural George Floyd, Rabu (21/4), setelah mantan anggota kepolisian Minneapolis, Derek Chauvin, dinyatakan bersalah atas semua tuduhan terkait pembunuhan Floyd di Atlanta, Georgia.
Foto:

Mantan petugas polisi Minneapolis Derek Chauvin terbukti bersalah telah membunuh George Floyd pada Mei tahun lalu. Chauvin mengakui perbuatannya dalam persidangan pada Selasa (20/4).

Chauvin dinyatakan bersalah atas tuduhan pembunuhan tingkat dua, pembunuhan tingkat tiga, dan pembunuhan tingkat dua secara tidak sengaja. Setelah menjalani sidang selama tiga pekan dan 10 jam bermusyawarah selama dua hari terakhir, 12 orang juri yang terdiri dari enam orang kulit putih dan enam orang kulit hitam atau multiras menyimpulkan bahwa Chauvin bersalah atas ketiga dakwaan.

Jaminan Chauvin segera dicabut dan dia dikawal keluar dari ruang sidang dengan tangan yang diborgol. Dia akan menghadapi hukuman selama delapan minggu dan bisa mendekam di penjara selama beberapa dekade. Massa yang berkumpul di Minneapolis bersorak saat putusan bersalah dibacakan.

Para massa yang berkumpul meluapkan kegembiraan dengan meneriakkan, "Sebut namanya! George Floyd!" dan "Bersalah atas ketiganya!".

Jaksa Steve Schleicher berpendapat bahwa Chauvin menggunakan kekerasan berlebihan saat menahan Floyd, setelah menangkapnya karena diduga menggunakan uang palsu senilai 20 dolar AS untuk membeli rokok. Penuntut berhasil meyakinkan juri bahwa Chauvin yang menekan lututnya di leher Floyd selama sembilan menit 29 detik, bertanggung jawab atas kematian Floyd.

"Anggota komunitas secara acak, semua bertemu dengan takdir pada satu saat untuk menyaksikan sesuatu, menyaksikan sembilan menit dan 29 detik penyalahgunaan wewenang yang mengejutkan, untuk menyaksikan seorang pria mati. Penggunaan kekerasan oleh Chauvin tidak masuk akal. Itu berlebihan. Itu sangat tidak proporsional. Ini bukan kepolisian. Ini pembunuhan," ujar Schleicher, dilansir Aljazirah.

Jaksa memanggil 38 saksi dan memutar video kematian Floyd pada 25 Mei 2020. Video tersebut diputar sebanyak puluhan kali selama 11 hari. Pengacara Chauvin, Eric Nelson gagal menanamkan keraguan yang masuk akal di benak para juri. Nelson sebelumnya menyatakan bahwa Floyd memiliki masalah dengan penggunaan narkoba dan masalah kesehatan. Nelson juga berargumen bahwa Chauvin bertindak sesuai dengan standar operasional kepolisian.

“Sepanjang uji coba ini, negara telah memfokuskan perhatian Anda pada sembilan menit dan 29 detik. Analisis yang tepat adalah mengambil sembilan menit dan 29 detik itu, dan memasukkannya ke dalam konteks totalitas keadaan yang akan diketahui oleh petugas polisi yang berakal sehat," kata Nelson dalam argumen penutupnya.

“Dalam kasus ini, totalitas keadaan yang diketahui oleh petugas polisi yang wajar pada saat yang tepat dari penggunaan kekuatan tersebut menunjukkan bahwa ini adalah penggunaan kekuatan yang sah, meskipun tidak semenarik mungkin. Dan ini adalah keraguan yang masuk akal," ujar Nelson menambahkan.

Chauvin kemungkinan akan mengajukan banding atas putusan pengadilan tersebut. Kematian Floyd memicu aksi protes keadilan rasial di seluruh Amerika Serikat dan dunia. Aksi protes itu tak jarang berujung pada kekerasan. Kematian Floyd memunculkan gerakan Black Lives Matter yang digaungkan di seluruh dunia.

photo
Peristiwa penting dari protes kematian George Floyd - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement