Selasa 20 Apr 2021 17:53 WIB

Waspada, Sedang Terjadi Tren Kenaikan Kasus Covid-19

Peningkatan kasus Covid terlihat dari kenaikan rata-rata kasus harian per pekannya.

Warga berfoto sambil menunjukkan kartu vaksinasi usai disuntik vaksin COVID-19 di Lapangan Karebosi, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (20/4/2021). Pemerintah tetap melaksanakan vaksinasi selama bulan Ramadhan dengan berdasarkan pada fatwa MUI tentang vaksinasi COVID-19 tidak membatalkan puasa namun tetap memperhatikan kondisi penerima vaksin yang sedang menjalankan ibadah puasa .
Foto:

Kondisi tren kenaikan kasus Covid-19 perlu menjadi perhatian pemerintah, terutama mengantisipasi peningkatan pergerakan warga menjelang periode larangan mudik. Seperti diketahui, masyarakat masih berpeluang untuk pulang kampung sebelum periode larangan mudik, yakni 6-17 Mei 2021.

Menurut Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, pemerintah akan melakukan penyesuaian kebijakan terkait larangan mudik Lebaran. Perubahan aturan ini dilakukan untuk mengantisipasi siasat masyarakat yang memilih curi start mudik.

"Peniadaan mudik ini adalah untuk menekan laju mobilitas penduduk yang linear dengan peningkatan kasus Covid. Karenanya, pemerintah akan segera melakukan penyesuaian kebijakan dengan tujuan mengerem arus pergerakan penduduk yang berpotensi meningkat," kata Wiku dalam keterangan pers, Selasa (20/4).

Dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Berbasis Mikro dan Mengoptimalkan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 pemerintah mempertegas sanksi pelanggar larangan mudik. Masyarakat yang nekat mudik akan menjalani karantina mandiri di tingkat desa/kelurahan selama lima hari.

"Dan biaya karantina dibebankan kepada masyarakat yang melakukan perjalanan lintas provinsi/kabupaten/kota," demikian dikutip Inmendagri yang ditandatangani Mendagri Tito Karnavian pada Senin (19/4).

Aturan tersebut tertuang dalam poin ke-14 huruf b dalam Inmendagri 9/2021. Masyarakat yang melakukan perjalanan lintas provinsi/kabupaten/kota tanpa memiliki dokumen administrasi perjalanan tertentu, maka kepala desa atau lurah melalui posko desa/posko kelurahan menyiapkan tempat karantina mandiri selama 5x24 jam dengan penerapan protokol kesehatan.

Biaya karantina pun dibebankan kepada orang yang bersangkutan. Pada huruf c diatur, masyarakat yang akan melakukan perjalanan harus menunjukkan dokumen administrasi perjalanan tertentu atau surat izin yang dikeluarkan oleh kepala desa/lurah dengan tanda tangan basah atau tanda tangan elektronik dan identitas diri calon pelaku perjalanan.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, setidaknya 13 persen dari total jumlah pemudik akan tetap mudik meski larangan diberlakukan. Muhadjir menyebut angka 10 juta warga akan tetap nekat mudik pada tahun ini.

"Akan ada 73 juta orang bermudik, dan kalau dilarang itu potensinya 13 persen dari total itu. Jadi mungkin sekitar 10 jutaan. Itu tentu saja cukup membuat semrawut karena itu berarti dua kali lipat dari penduduk Singapura," kata Muhadjir, saat menjadi pembicara diskusi Untung Rugi Mudik di Tengah Pandemi, Selasa (20/4).

Muhadjir mengatakan, pemerintah berupaya keras untuk memperkecil jumlah orang yang tidak patuh dan tetap melaksanakan mudik pada tanggal yang dilarang. Pemerintah khawatir, penambahan kasus Covid-19 akan terjadi jika mudik tidak diatur.

Ia menjelaskan, pada tahun lalu setidaknya terjadi tiga kali momentum libur panjang yang menyebabkan penambahan kasus harian secara cukup signifikan. Ketiga momentum tersebut adalah libur Maulid Nabi Muhammad SAW, mudik lebaran 2020, dan libur natal dan tahun baru.

"Karena kasusnya naik, otomatis diikuti dengan daya tampung rumah sakit juga naik drastis dan angka kematian juga mengalami kenaikan. Tentu saja yang paling kita prihatinkan adalah angka kematian ini," kata dia menambahkan.

Ia menyebutkan, angka kematian di Indonesia masih berada di sekitar 2,72 persen dari total kasus. Jumlah tersebut berarti lebih tinggi dibandingkan angka rata-rata kematian dunia yang sebanyak 2,18 persen.

"Bayangkan kalau kita mau mendisiplinkan swab, 73 juta orang dalam waktu yang bersamaan itu pasti tidak mungkin. Yang kita khawatirkan keterangan sehat abal-abal," kata dia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah memaparkan data mengenai lonjakan kasus yang selalu terjadi pascalibur panjang di sepanjang 2020. Pertama, libur Idul Fitri tahun lalu yang menaikkan angka kasus harian hingga 93 persen dan meningkatkan angka kematian mingguan sampai 66 persen.

Kedua, libur panjang 22-23 Agustus 2020 yang menaikkan angka kasus sampai 119 persen dan meningkatkan tingkat kematian mingguan hingga 57 persen. Ketiga, libur panjang periode 28 Oktober sampai 1 November 2020 yang ampuh menaikkan kasus Covid-19 sampai 95 persen dan meningkatkan angka kematian mingguan sebesar 75 persen. Terakhir, pada libur panjang akhir tahun 2020 yang menaikkan angka kasus harian sampai 78 persen dan tingkat kematian hingga 46 persen.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement