Sabtu 17 Apr 2021 13:05 WIB

Bisakah Cak Imin Dikudeta? Ini Analisis Pengamat Paramadina

Kekuatan Muhaimin adalah 'mengorangkan' kiai dan menjadikan KH Ma'ruf Amin wapres.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin diisukan akan didongkel kubu Yenny Wahid.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin diisukan akan didongkel kubu Yenny Wahid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dilanda isu kudeta. Hal itu setelah Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid melalui juru bicaranya, Imron Rosyadi Hamid menuding ada sesuatu tak sehat dalam pengembangan demokrasi di internal partai yang dipimpin Muhaimin Iskandar atau akrab disapa Cak Imin itu.

Apalagi, Cak Imin pernah berkonflik dengan ayah Yenny Wahid, yaitu Abdurrachman Wahid alias Gus Dur yang merupakan pendiri PKB paa 2008. Pakar politik Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam menyebut, PKB memiliki sejarah konflik internal yang cukup panjang.

Bahkan, sambung dia, faksionalisme internal PKB pernah menjebak PKB dalam degradasi elektabilitas yang cukup fatal. Benih-benih fragmentasi politik internal PKB sudah terjadi sejak Pemilu 1999 dan turunnya Gus Dur dari posisi Presiden ke-4 RI.

"Lalu PKB kembali mengalami perpecahan pasca-Pemilu 2004, yang ditandai dengan lahirnya PKNU (Partai Kebangkitan Nasional Ulama). Di Pemilu 2004, PKB masih bisa mempertahankan 51 kursi, tapi akhirnya terjun bebas menjadi 27 kursi DPR RI pada Pemilu 2009, akibat konflik internal yang cukup fatal," kata Umam saat berbincang dengan Republika di Jakarta, Sabtu (17/4).

Dia melanjutkan, pasca-Pemilu 2009, patut diakui kepemimpinan Cak Imin berhasil mengonsolidasikan kekuatan internal PKB. Sehingga partai tersebut bisa kembali bangkit pada Pemilu 2014. Kemampuan konsolidasi paling optimal PKB di bawah kepemimpinan Cak Imin, menurut Imam, terjadi pada Pemilu 2019.

Dia berhasil memasukkan nama KH Maruf Amin dalam bursa cawapres mendampingi incumbent Presiden Jokowi. Hal itu berpengaruh signifikan dalam mengkonsolidasikan sel-sel politik Nahdliyyin, utamanya PKB.

"Meskipun perolehan suaranya di atas Nasdem, tapi karena suara PKB selalu terkonsentrasi di Jawa Timur dan Jawa Tengah, akhirnya konversi kursinya berada di bawah Nasdem (59), selisih satu kursi dengan PKB (58)," kata Umam.

Dia menganggap, jika sekarang muncul gerakan upaya pendongkelan kepemimpinan Cak Imin, hal itu patut diantisipasi. Pasalnya, PKB acapkali memiliki tradisi konflik yang tidak mudah diredam. Konsolidasi kekuatan kontra Cak Imin, Umam menilai, kemungkinan dikonsolidasikan oleh elemen-elemen internal yang selama ini 'terbuang' dari lingkaran elite PKB.

"Sejumlah nama mantan sekjen yang terpental, berpotensi menjadi penopangnya. Namun sebagai simbol perlawanan utamanya, sepertinya nama Mbak Yenny akan dipersiapkan untuk mengkonsolidasikan kekuatan mereka yang kecewa," ucap Umam.

"Sebagai trah keluarga Ciganjur, sel-sel politik Mbak Yenny sudah mulai menggugat legitimasi politik Cak Imin dengan mengingatkan bagaimana sikap masa lalunya terhadap Gus Dur," kata Umam menambahkan.

Namun demikian, dia mengatakan, legitimasi kekuatan politik Cak Imin tampaknya belum begitu rapuh. Keinginan kubu Yenny Wahid mendorong para senior Nahdliyyin untuk mengoreksi dan mendelegitimasi Cak Imin juga belum terlihat efektif. "Ini tidak lepas dari ketelatenan sel-sel politik Cak Imin dalam menjaga komunikasi dan 'mengorangkan' para kiai dan pesantren," kata Umam.

Terlepas dari semua itu, Umam menegaskan, kubu Cak Imin harus tetap waspada. Hal itu karena konsolidasi kekuatan politik pro-Muktamar Luar Biasa (MLB) bisa dilakukan secara sistematis dan cepat. "Jika itu terjadi, besar kemungkinan operasi politik MLB itu akan mulai terlihat jelas pasca-Lebaran 1442 Hijriyah ini."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement