REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Masa operasional Rumah Sakit Lapangan Kota Bogor yang berada di kawasan GOR Pajajaran akan berakhir dua hari lagi. Meski demikian, keputusan dilanjut atau tidaknya izin operasi dari RS Lapangan, masih bergantung pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
“Ya betul (keputusan di BNPB). Kan kita mengajukan, kalau misalnya untuk amannya akan kita minta RS Lapangan ini diperpanjang, tetapi kalau memang dari sisi administrasi keuangan tidak memungkin, kita tidak bisa memaksakan juga, karena kan ada hal administrasi yang harus ditempuh,” kata Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, Jumat (16/4).
Diketahui, seluruh alat kesehatan yang berada di RS Lapangan Kota Bogor merupakan alat-alat baru. Sehingga, jika izin operasi RS Lapangan tidak dilanjutkan, alat-alat kesehatan tersebut akan didistribusikan ke puskesmas-puskesmas.
Apalagi, saat ini Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor memiliki rencana peningkatan puskesmas menjadi rumah sakit tipe D. Hanya saja, rencana tersebut masih dalam proses.
“Rencana nanti kita distribusikan ke puskesmas ya, ada juga rencana peningkatan pusksmas menjadi rumah sakit tipe D tetapi dalam proses,” ujarnya.
Tak hanya itu, lanjutnya, gedung Wisma Atlet yang digunakan menjadi bangunan utama RS Lapangan akan dikembalikan fungsinya menjadi seperti semula. Yakni menjadi kantor Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Bogor.
“Mau tidak mau lah ya kalau sudah habis tentu harus dikembalikan ke fungsinya semula,” ujarnya.
Terpisah, Humas dan Sekretariat RS lapangan Kota Bogor, Armein Sjuhary Rowi mengatakan, dari dana Rp 16 miliar yang diberikan BNPB untuk operasional RS Lapangan, untuk pengadaan alat kesehatan memakan anggaran sebesar Rp 3 miliar.
"Dari Rp 16 miliar itu dibagi sesuai dengan kebutuhan. Kalo untuk alkes memang kita kebutuhan seperti bed, infus, alkes medis seperti stetoskop, oksigen, dan sebagainya itu kita udah perhitungan. Untuk alat kesehatan sendiri 18 sampai 19 persen dari Rp 16 miliar sekitar kurang lebih Rp 3 miliar," ujarnya.
Dari total Rp 3 miliar, Armein memerinci, dana tersebut terbagi dari Rp 45 juta untuk pengadaan radiologi mobile, Rp 700 juta untuk pengadaan farmasi dan sisanya alat kesehatan penunjang operasional.
Selain itu, ada juga bed 2 crank untuk pasien, tiang infus, troli emergency, tabung oksigen, X-ray mobile, EKG, alat rekam jantung, alat tensimeter, stetoskop, alat pengukur suhu, oxymetry, dan peralatan lain yang menunjang untuk memantau kondisi pernapasan pasien.
Dari total Rp 16 miliar anggaran yang digelontorkan oleh BNPB untuk Kota Bogor, Armein menerangkan anggaran terbesar digunakan untuk insentif tenaga kesehatan (nakes). "Paling besar pemberian insentif bagi sumber daya manusia, kedua untuk alkes, ketiga APD dan keempat makan minum untuk pasien," pungkasnya.