REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Belasan relawan dengan cekatan menyiapkan bungkusan takjil dan makanan berat dalam satu wadah untuk dibagikan kepada kaum duafa jelang berbuka puasa, Kamis (15/4) di ruang pertemuan Masjid Lautze 2 Bandung. Beberapa diantara mereka merupakan mualaf yang kini terlibat dalam kegiatan berbagi di bulan puasa.
Sekitar pukul 14.30 Wib, Hendratno yang memutuskan menjadi mualaf tahun 2018 terlihat bercengkrama santai dengan para relawan yang sedang menyiapkan makanan jelang berbuka. Ia ditemani Ketua DKM Masjid Lautze 2 Bandung, Rachmat Nugraha yang akrab disapa Koko Rachmat turut mengatur pembagian makanan untuk berbuka tersebut.
Hendratno, pria yang sehari-hari berwiraswasta mengaku senang dan merasa nyaman dengan kegiatan menyiapkan makanan bagi kaum duafa jelang berbuka puasa. Baginya, kegiatan berbagi merupakan bagian dari upaya silaturahmi dan bertemu dengan jemaah masjid serta rekan-rekan para mualaf.
"Saya senang karena kita ada kumpul silaturahmi, membantu, berbagi iftar. Insyallah bisa menjadi pahala," ujarnya saat ditemui di Masjid Lautze 2 Bandung, Kamis (14/4).
Pasca memutuskan mualaf di Masjid Istiqomah Bandung, ia mengaku terlibat dalam kajian-kajian dan kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh Masjid Lautze 2 Bandung. Hendra merasa Masjid Lautze 2 menjadi ruang silaturahmi khususnya bagi ia sebagai mualaf. "Cari-cari saya mau belajar Islam yang benar, ada yang memberi tahu ke Masjid Lautze terkenal masjid komunitas Cina," katanya.
Perlahan, ia mengaku turut mendalami tentang Islam di Masjid Lautze bersama-sama dengan para mualaf. Selain itu, suasana di Masjid Lautze dinilai sangat membantu para mualaf untuk memahami Islam.
"Iklimnya benar-benar merasa enak, terus terang saya ke masjid lain merasa sendiri mungkin sayanya yang begitu. Tapi saya kesini lebih nyaman mungkin karena frekuensi sama," katanya.
Ketua DKM Masjid Lautze 2 Bandung, Rachmat Nugraha mengatakan pembagian takjil dan makanan berat sejak pandemi Covid-19 terjadi tahun lalu dilakukan dengan menyebarkan ke titik-titik yang sudah ditentukan. Namun, untuk tahun ini pihaknya pun menyiapkan takjil di area masjid untuk jemaah yang akan berbuka dengan menerapkan protokol kesehatan.
Ia menuturkan, penyebaran makanan dilakukan oleh ojek online yang merupakan warga sekitar masjid. Pihaknya memberdayakan warga sekitar termasuk turut memberikan ongkos operasional yang sesuai.
"Tahun kemarin karena ada pandemi Covid-19 dan jalan ditutup kita tetap iftar tapi tidak ditempat tapi menyebar ke 6 titik di Kota Bandung diantar oleh ojol-ojol. Kita tunjuk ojol ini yang kita sebar binaan karang taruna sekitar, kita berdayakan," ujar pria yang juga berprofesi mengajar di lapas-lapas di Kota Bandung.
Koko Rachmat mengatakan donatur takjil dan makanan berat untuk berbuka berasal dari kalangan masyarakat muslim, organisasi lintas agama dan lembaga-lembaga kemanusiaan. Pihaknya berencana akan membagikan iftar hingga hari ke 20 puasa Ramadan.
"Kita rencana berbagai iftar di 20 Ramadan pertama, di hari ke 21 Ramadan sampai akhir mengumpulkan donasi sembako untuk warga sekitar, mualaf dan yatim piatu," katanya.
Selain berbagi iftar, pihaknya juga menyelenggarakan salat tarawih, tadarus, menerima zakat, infak dan sedekah, salat idul fitri. Para imam tarawih yang akan mengisi ceramah direncanakan para mualaf, imam muda Salman dan warga sekitar.
Selama pandemi Covid-19, ia mengatakan Masjid Lautze kurang lebih dapat menampung 100 jemaah dengan sudah menjaga jarak. Koko Rachmat menambahkan, sejak 2017 hingga 2021 terdapat 148 orang mualaf yang mengucapkan syahadat di Masjid Lautze 2 Bandung.
"Yang menarik dari beberapa teman kita kawan mualaf, mengapa memilih di Lautze karena ada pembinaan dan komunitas," katanya. Ia menjelaskan bagi mereka yang berniat menjadi mualaf terlebih dahulu akan dibina termasuk diberikan pemahaman dasar tentang Islam.
Selanjutnya, apabila sudah kuat maka dilanjutkan untuk membaca syahadat dan kembali dilakukan pembinaan. Tiap pekan, pihaknya mengadakan kajian akidah bagi para mualaf termasuk memantau kondisi perekonomian mualaf.
"Cerita mualaf karena bingung setelah menjadi muslim ngapain, mereka juga butuh teman curhat, teman seperjuangan," katanya. Oleh karena itu, pihaknya berupaya bisa lebih dekat dengan para mualaf salah satunya dengan membentuk grup termasuk rumah singgah untuk memonitor perkembangan mualaf.