Kamis 15 Apr 2021 12:14 WIB

'Gagal Bayar Jiwasraya Harus Jadi Titik Balik Reformasi'

Tata kelola perusahaan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya gagal bayar. 

Rep: Novita Intan/ Red: Agus Yulianto
Direktur Kepatuhan dan SDM Jiwasraya R Mahelan Prabantarikso mengatakan, manajemen baru Jiwasraya telah menemukan pelaksanaan manajemen risiko yang tidak optimal.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Direktur Kepatuhan dan SDM Jiwasraya R Mahelan Prabantarikso mengatakan, manajemen baru Jiwasraya telah menemukan pelaksanaan manajemen risiko yang tidak optimal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permasalahan yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dinilai dapat menjadi momentum melakukan reformasi industri asuransi. Langkah ini pun dinilai tepat untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. 

Direktur Kepatuhan dan SDM Jiwasraya R Mahelan Prabantarikso mengatakan, manajemen baru Jiwasraya telah menemukan pelaksanaan manajemen risiko yang tidak optimal. Adapun kondisi itu bahkan terjadi hingga masalah gagal bayar mencuat ke publik pada Oktober 2018. 

“Kami temukan banyak unit yang manajemen risikonya tidak optimal, misalnya dalam menjalankan investasi tidak prudent. Oleh karena itu, penting terdapat framework governance risk compliance [GRC]," ujarnya saat konferensi pers virtual seperti dikutip Kamis (15/4).

Dia menjelaskan, tata kelola perusahaan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya gagal bayar Jiwasraya yang menyebabkan ekuitas perusahaan menjadi negatif Rp 38,7 triliun. Adanya isu tersebut turut terjadi sejumlah perusahaan hingga membawa citra buruk bagi industri asuransi.

"Masalah Jiwasraya harus menjadi titik balik dalam reformasi industri asuransi. Salah satu aspek yang harus ditekankan adalah penerapan framework GRC yang saling terkait sebuah perusahaan, sehingga terdapat integrasi dan tercegahnya konflik kepentingan," ujarnya, Kamis 915/4)

Berkaca dari kasus Jiwasraya, para pelaku industri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerapkan manajemen aset dan liabilitas (ALM) sesuai aturan yang berlaku. Adapun penguatan tata kelola menjadi sangat krusial dapat menggenjot pertumbuhan industri dengan lebih optimal.

Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) II OJK, Moch Ihsanuddin menambahkan, terdapat penanganan khusus bagi perusahaan-perusahaan asuransi yang sedang bermasalah. Hal tersebut dilakukan agar kondisi perusahaan dapat segera membaik sehingga nasabah tidak menjadi korban. 

"Pertama, kami fokus pendalaman, root cause sebetulnya masalah yang dihadapi perusahaan itu apa saja. Kami diskusikan bersama dengan manajemen, kalau perlu dengan pemegang saham, salah satunya mempelajari apakah ini masalah baru atau warisan," ucapnya.

Setelah akar permasalahan terpetakan, OJK bersama perusahaan terkait menyusun mekanisme atau solusi untuk menyelesaikan masalah. OJK pun turut menelaah dampak permasalahan perusahaan itu terhadap industri lembaga jasa keuangan terkait. 

Kedua, OJK akan menerapkan risk based supervision sesuai kondisi masing-masing perusahaan, didukung dengan pengembangan infrastruktur yang memadai. Menurutnya, pengawasan terintegrasi bagi konglomerasi keuangan ataupun para individu perusahaan akan meningkatkan pengawasan bersama antar bidang, baik perbankan dan pasar modal, untuk memaksimalkan upaya penyelesaian perusahaan bermasalah

Ketiga, otoritas akan meminta komitmen pemegang saham atau manajemen perusahaan terkait untuk menyiapkan rencana penyehatan keuangan (RPK). Kegiatan penyehatan pun diawasi sesuai waktu penyelesaian yang disepakati perusahaan dengan otoritas. 

"Kalau solusinya tidak bisa, regulator kan ada regulasi dan kami punya tanggung jawab. Kami akan jalankan sesuai aturan yang berlaku dan berikan sanksi, surat peringatan, pembatasan kegiatan usaha, ujungnya dicabut (izin usaha) jika tidak bisa diatasi penyebabnya," ucapnya.

Menurutnya reformasi asuransi pun menjadi agenda yang perlu didorong, baik oleh otoritas maupun para pelaku industri. Ihsanuddin menyatakan langkah reformasi akan disertai oleh pengembangan kebijakan industri asuransi, yang fokus pada stabilitas, daya saing, dan keberlanjutan bisnis. 

“Dalam mendorong penguatan industri asuransi, pengawasan OJK akan diubah dengan berdasar kepada kaidah manajemen risiko dan tata kelola perusahaan. Selain itu, pengawasan pun akan mengantisipasi pengembangan teknologi dan produk-produk digital,” ucapnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement