Kamis 15 Apr 2021 12:14 WIB

Edhy Prabowo Didakwa Terima Suap Rp 25,7 Miliar

Jaksa menyebut Edhy juga menerima uang dari eksportir benur lainnya.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus raharjo
Tersangka mantan menteri kelautan dan perikanan Edhy Prabowo berjalan menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/3). Berkas perkara kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster dengan tersangka Edhy Prabowo dan lima tersangka lainnya telah dinyatakan selesai atau P21 dan akan dilimpahkan ke jaksa penuntut umum untuk segera disidangkan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tersangka mantan menteri kelautan dan perikanan Edhy Prabowo berjalan menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/3). Berkas perkara kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster dengan tersangka Edhy Prabowo dan lima tersangka lainnya telah dinyatakan selesai atau P21 dan akan dilimpahkan ke jaksa penuntut umum untuk segera disidangkan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri kelautan dan perikanan Edhy Prabowo didakwa menerima suap mencapai Rp 25,7 milar. Suap ini berkaitan dengan pengurusan izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, telah menerima hadiah atau janji," ujar Jaksa Ali Fikri dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (15/4).

Jaksa menyebut, Edhy menerima 77 ribu dolar AS dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito. Edhy menerima uang tersebut melalui Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadinya, dan Safri yang merupakan staf khusus menteri dan Wakil Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.

Sementara, penerimaan uang sebesar Rp 24,6 miliar diterima Edhy dari para eksportir benur lainnya. Namun, jaksa tak menyebut siapa saja eksportir tersebut. Dalam dakwaan, disebut uang itu diterima Edhy melalui sejumlah pihak. Yakni, Amiril Mukminin, Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi (anggota DPR sekaligus istri Edhy Prabowo), Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus menteri dan Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, dan Siswandhi Pranotoe Loe selaku komisaris PT Perishable Logistic Indonesia (PT PLI) dan pemilik PT Aero Citra Kargo (PT ACK).

Jaksa menyebut, pemberian suap dilakukan agar Edhy mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir BBL lainnya yang bertentangan dengan kewajiban Edhy sebagai menteri.

Baca juga: Mantan Menteri KP Edhy Prabowo Jalani Sidang Hari Ini

"Padahal, diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu dengan maksud supaya terdakwa bersama-sama Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir BBL lainnya," kata Jaksa.

Jaksa menilai, perbuatan terdakwa menerima uang dari Suharjito dan para eksportir benih lobster lainnya bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku penyelenggara negara, yaitu selaku menteri Kelautan dan Perikanan RI. Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta bertentangan dengan sumpah jabatan terdakwa.

Dengan penerimaan uang suap tersebut, Edhy didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement