Rabu 14 Apr 2021 17:49 WIB

Beking Politik untuk Vaksin Nusantara Vs Izin dari BPOM

Anggota DPR hari ini ramai-ramai menjadi relawan uji klinis vaksin Nusantara.

Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Vaksin Nusantara yang digagas Terawan mendapatkan dukungan dari kalangan DPR, meski tidak mendapatkan izin uji klinis dari BPOM. (ilustrasi)
Foto:

Sebelumnya, Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan, vaksin Nusantara belum bisa ke tahap uji klinis selanjutnya. Sebab, beberapa syarat belum terpenuhi diantaranya Cara Uji Klinik yang Baik (Good Clinical Practical), Proof of Concept, Good Laboratory Practice dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (Good Manufacturing Practice).

Penny menuturkan, pihaknya mendukung berbagai pengembangan vaksin asalkan memenuhi kaidah ilmiah untuk menjamin vaksin aman, berkhasiat, dan bermutu. BPOM mengatakan, sudah melakukan pendampingan yang sangat intensif dimulai dari sebelum uji klinik, mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK), dan ada komitmen-komitmen yang harus dipenuhi.

BPOM juga sudah melakukan inspeksi terkait vaksin Nusantara. Menurut Penny, jika ada pelaksanaan uji klinik yang tidak memenuhi standar-standar atau tahapan-tahapan ilmiah yang dipersyaratkan, maka akan mengalami masalah dan tidak bisa lanjut ke proses berikutnya.

"Tahapan-tahapan tersebut tidak bisa diabaikan, dan pengabaian itu sangat banyak sekali aspeknya di dalam pelaksanaan uji klinik dari fase 1 dari vaksin dendritik. Dan itu sudah disampaikan kepada tim peneliti tentunya untuk komitmen adanya corrective action, preventive action yang sudah seharusnya diberikan dari awal tapi selalu diabaikan tetap tidak bisa nanti kembali lagi ke belakang," ujar Penny, Selasa (13/4).

Penny menegaskan, BPOM tidak akan pilih kasih terkait uji klinis vaksin apa pun. Termasuk terhadap vaksin Nusantara.

"BPOM tidak akan pernah pilih kasih. BPOM akan mendukung apa pun bentuk riset apabila sudah siap masuk uji klinik itu akan didampingi tetap tapi tentu dengan penegakan berbagai standar-standar yang sudah ada," kata Penny.

Ihwal beberapa anggota DPR yang mengikuti pengambilan sampel darah untuk uji klinis vaksin Nusantara pada hari ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, pilihan ini ada di tangan masing-masing individu.

"Aduh, ini kan pilihan masing-masing," kata Juru Bicara vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi Republika, Rabu (14/4).

Jadi, dia menambahkan, Kemenkes tidak bisa berkomentar banyak. Menurut Nadia, persoalan ini masih ranah uji klinis.

"Artinya masih di lembaga penelitian," katanya.

Adapun, Satgas Penanganan Covid-19 menegaskan bahwa pemerintah akan memastikan efektivitas, keamanan, dan kelayakan dari setiap vaksin yang akan digunakan dalam program vaksinasi Covid-19.

"Terkait vaksin Nusantara, kewenangan tersebut ada di BPOM selaku otoritas resmi dalam hal pengawasan obat dan makanan. Prinsipnya, pemerintah memastikan efektivitas, keamanan, dan kelayanan dari setiap vaksin," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, Rabu (14/4).

Ia menambahkan, dalam berbagai pengembangan vaksin di Indonesia, termasuk juga vaksin Nusantara, seluruh kaidah ilmiah harus diikuti sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Ahli epideomiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menyatakan, vaksin Nusantara yang saat ini sedang dikembangkan hanya bisa digunakan oleh masyarakat yang berduit.

"Ini sebenarnya bukan vaksin, tapi terapi sel dendritik yang prosesnya lebih susah dan mahal. Jadi tidak tepat disebut vaksin." kata Miko kepada Republika, Rabu (14/4).

Seperti halnya BPOM, Miko tidak menyetujui penyebutan vaksin pada vaksin Nusantara. Pasalnya, yang disebut vaksin itu sebenarnya adalah sel dendritik yang merupakan salah satu bentuk terapi pengobatan.

Miko menjelaskan, bahwa vaksin berisi antigen yang merupakan bagian dari virus atau virus yang dilemahkan dan dapat memicu tumbuhnya antibodi di dalam tubuh seseorang yang disuntik. Akan tetapi, yang disebut vaksin Nusantara ini menggunakan bahan serum darah dari masing-masing individu yang dikenalkan ke antigen virus corona, kemudian disuntikkan lagi ke dalam tubuh.

Ini merupakan terapi pengobatan kanker dan dinilai sebagai cara yang terlalu mahal untuk mengobati COVID-19. "Ini memang berguna, tapi tidak bisa digunakan oleh masyarakat secara umum, hanya orang-orang kaya saja. Vaksin yang sudah ada sudah cukup efektif." ujar Miko.

Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menilai sejumlah anggota Komisi IX DPR RI yang bakal menjalani pengambilan sampel darah sebagai rangkaian dari proses uji vaksin Nusantara merupakan hal yang ganjil.

Ia mengatakan, anggota DPR RI merupakan salah satu sasaran vaksinasi nasional tahap kedua dalam kategori petugas pelayanan publik. Selain itu, vaksin yang diprakarsai Terawan tu juga belum mengantongi Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II dari BPOM.

"Padahal BPOM belum keluarkan izin untuk itu. Relawannya pun DPR, yang sebenarnya sudah menjalani vaksinasi, kan? ini benar-benar ganjil," ujar Zubairi melalui cuitan di akun twitter pribadinya @ProfesorZubairi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement