REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim ITS, Amien Widodo menyebutkan, gempa bermagnitudo 6,7 yang mengguncang Kabupaten Malang terjadi karena adanya aktivitas zona subduksi yang terbentuk akibat tumbukan lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia. Tumbukan lempeng tersebut terjadi sekitar 200 kilometer dari pantai selatan Jawa.
“Karena posisi tumbukan miring, maka sepanjang jalur tumbukan dua lempeng tersebut terjadilah gempa,” kata Amien dikonfirmasi Ahad (11/4).
Dosen Departemen Teknik Geofisika ITS menjelaskan, kejadian ini, secara geologis lumrah terjadi. Mengingat letak geografis Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia, yaitu Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik.
Pusat gempa berada di 90 kilometer barat daya Kabupaten Malang dan berpusat di Laut Banda yang berada di lepas pantai dengan kedalaman 25 kilometer. "Titik gempa ini memang sudah lumrah menjadi penyebab terjadinya gempa di daerah sekitarnya,” ujar Amien.
Amien melanjutkan, tumbukan dua lempeng tersebut terus mengalami pergesaran yang kecepatannya mencapai 7 sentimeter per tahun. Pergeseran akan terus terjadi hingga ada bagian tumbukan yang pecah dan menimbulkan gempa.
"Jalur tumbukan ini berada dari daerah Banten hingga Banyuwangi,” ujar alumnus Universitas Gadjah Mada itu.
Amien menegaskan, gempa 6,7 skala richter ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami. Karena pergeseran lapisan terjadi secara horizontal dan tidak menyebabkan gelombang tinggi air laut.
Amien berharap masyarakat Indonesia untuk lebih waspada dan mengenali potensi-potensi bencana alam agar mampu meminimalkan korban jiwa. “Indonesia terletak di daerah rawan bencana alam, maka masyarakat harus bisa mengenali ancaman-ancaman ini dan beradaptasi dengannya,” kata dia.