Jumat 09 Apr 2021 16:33 WIB

PP Royalti Lagu/Musik, Teringat Cerita Pilu Benny Panbers

Presiden Jokowi meneken PP 56/2021 tentang pengelolaan royalti lagu dan musik.

Pegawai RRI Surabaya menata piringan hitam album lagu lawas di Ruang Restorasi Piringan Hitam di RRI Surabaya, Jawa Timur. Baru-baru ini, pemerintah menerbitkan PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. (ilustrasi)
Foto:

Penerbitan PP 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/Atau Musik disambut baik oleh Ketua Umum Lembaga Manajemen Kolektif Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) Dwiki Dharmawan. Menurutnya, PP ini memperkuat isi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 mengenai Hak Cipta.

"Semua undang-undang tentunya baru bisa diimplementasikan secara maksimal kalau ada peraturan pemerintah seperti ini, (jadi) diperkuat, dan juga peraturan menteri peraturan menterinya. Tentu saja PP No. 56 tahun 2021 tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu dan/atau musik ini menggembirakan untuk industri musik," kata Dwiki.

Dwiki berharap, peraturan pemerintah segera ditindaklanjuti oleh menteri-menteri terkait agar pengelolaan royalti bisa berjalan lebih lancar. "Ini menggembirakan tapi harus segera ditindaklanjuti dengan menteri-menteri terkait, harus ada peraturan menteri umpamanya untuk mengatur tarif, untuk menentukan royalti kan harus ada tarif-tarif yang disepakati dengan asosiasi-asosiasi atau dari pengusaha-pengusaha tersebut (dalam peraturan pemerintah)," kata Dwiki.

Saat ini Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sudah terbentuk dan sudah banyak Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang berdiri. LMK terbagi menjadi dua, yakni LMK Hak Cipta dan LMK Hak Terkait.

LMK Hak Cipta, seperti Wahana Musik Indonesia (WAMI) dan Karya Cipta Indonesia (KCI), menghimpun dan mendistribusikan royalti pencipta atau pemegang hak cipta dari karya yang didaftarkan. LMK Hak Terkait seperti Anugrah Royalti Dangdut Indonesia (ARDI), Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) dan PRISINDO, menghimpun dan mendistribusikan royalti pelaku pertunjukan seperti musisi dan produser dari karya yang didaftarkan.

Para pencipta lagu, penyanyi, pemusik hingga pelaku pertunjukan harus menjadi anggota salah satu Lembaga Manajemen Kolektif untuk mendapatkan hak ekonomi, termasuk royalti. Insan musik yang punya peran ganda sebagai pencipta lagu dan penampil bisa tergabung dalam dua LMK, yakni LMK Hak Cipta dan LMK Hak Terkait.

LMKN akan menagih royalti dari para pemakai, mengacu dari Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM), sistem informasi dan data yang digunakan dalam pendistribusian royalti lagu dan musik.

"Sistem Informasi Lagu dan Musik itu misalkan diterjemahkan oleh (pengusaha bisnis) karaoke dengan memberikan logsheet dari pemakaian lagu-lagu, itu dilaporkan kepada LMKN."

Penerapan peraturan pemerintah ini akan melindungi insan di industri musik sehingga pemasukannya bisa bertambah. Tapi kejujuran, integritas dan saling menghormati dibutuhkan dalam menghargai intellectual property, dalam hal ini para pemakai yang memanfaatkan lagu dan musik secara komersial dan bertanggungjawab melaporkannya kepada LMKN.

Ketua Harian Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) Anang Hermansyah turut gembira dengan peraturan pemerintah ini.

"Kalau aku bilang ya, ini sebuah hadiah, dari kemarin bulan Maret Hari Musik Nasional, ya aku sih secara pribadi sangat senang presiden tanggap dan cepat melaksanakan ini, harapannya mudah-mudahan turunan yang lain bisa lahir," kata Anang.

"Harapannya, dengan peraturan pemerintah ini, peraturan menteri dan seterusnya, bisa lebih ditegakkan pelaksanaan penarikan royalti. Harapanku dengan PP ini lahir, di ranah perbaikan big data bisa terlaksana dengan baik," tutup Anang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement