Jumat 09 Apr 2021 13:15 WIB

Rekor Covid-19 India dan Dampaknya ke Stok Vaksin Indonesia

India harus memprioritaskan produksi vaksin bagi kebutuhan dalam negeri.

Dua warga India sedang menunggu bus di Bangalore, India. Pada Jumat (9/4), India melaporkan kasus virus corona tertinggi selama tiga hari berturut-turut. Dalam 24 jam India mencatat lebih dari 100 ribu kasus.
Foto:

India juga disebut-sebut mengalami kelangkaan vaksin. Kabar tersebut, seperti dilansir dari BBC, namun disangkal Menteri Kesehatan Harsh Vardhan. Ia mengatakan, setidaknya 40 juta dosis ada dalam stok atau sedang dalam pengantaran.

Dia malah menyalahkan pemerintah daerah yang mencoba mengalihkan perhatian dari upaya vaksinasi yang buruk dengan mengatakan stok vaksin tidak mencukupi. Vardhan percaya, daerah yang mengeluhkan kekurangan vaksin bahkan belum melakukan upaya vaksinasi ke garda terdepan mereka alias tenaga kesehatan.

Pendapat tersebut namun tapi tidak sepenuhnya betul. Kekurangan vaksin memang menjadi realita di beberapa daerah yang sudah melakukan manajemen vaksin dengan baik, menurut Oommen C Kurian dari Observer Research Foundation, sebuah lembaga think tank berbasis di New Delhi. Dia mengatakan, kekurangan vaksin dipicu ketidaktepatan antara klaim produksi vaksin dan dosis yang diproduksi selama empat bulan terakhir.

Vaksinasi di India merupakan upaya terbesar di dunia. Langkah tersebut dilakukan sejak 16 Januari dan menargetkan 250 juta orang sudah divaksinasi pada Juli 2021.

Lebih dari 90 juta orang sudah menerima dua dosis vaksin. Vaksinasi di India dilakukan menggunakan AstraZeneca dan satu lagi oleh perusahaan farmasi India, Bharat BioTech dengan Covaxin.

Sebanyak tiga juta dosis vaksin dilakukan setiap harinya. India juga telah mengirimkan 64 juta dosis vaksin ke 85 negara, salah satunya Indonesia. Untuk Indonesia vaksin AstraZeneca produksi India diberikan di bawah kerja sama dengan WHO lewat skema Covax.

Bulan lalu India melakukan embargo atas seluruh ekspor vaksin AstraZeneca buatannya. Selama Januari dan Februari India sudah mengekspor 30 juta dosis vaksin AstraZeneca ke seluruh dunia, jumlah itu baru separuh dari kapasitasnya.

Kepala Serum Institute of India, Adar Poonawalla, mengatakan India sangat membutuhkan vaksin, sehingga harus memprioritaskan kebutuhan dalam negeri dulu. "Kebutuhan India melebihi kebutuhan untuk ekspor," katanya.

Sejumlah pakar mengatakan, kekurangan vaksin di India adalah akibat pasokan yang terhambat atau supply bottlenecks. Banyak pembuat vaksin yang kemungkinan melebihkan kemampuan produksi mereka saat menerima pesanan dari negata lain.

"Ketika kasus naik dan keragu-raguan terhadap vaksin berkurang, maka kebutuhan untuk vaksin meningkat. Kita harus memiliki rencana lebih baik," ujar seorang pejabat senior yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Saat ini India memang tidak memiliki banyak pilihan. Vaksin baru, kemungkinan Sputnik V dari Rusia, sedang dalam proses persetujuan. Kemungkinan persetujuan keluar bulan Juni. Covovax, vaksin corona yang sedang dikembangkan Serum Institute bersama Novavax dari Amerika, belum akan siap setidaknya hingga September.

Embargo vaksin India berdampak cukup besar bagi Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan jadwal kedatangan 100 juta dosis vaksin Covid-19 menjadi tidak pasti menyusul adanya kebijakan embargo di beberapa negara yang memproduksi vaksin.

"Jadi, ada 100 juta dosis vaksin yang sampai sekarang menjadi agak tidak pasti jadwalnya," kata Menkes, dalam rapat kerja bersama dengan DPR, di Jakarta, Kamis (8/4).

Ia mengemukakan terdapat dua mekanisme mendatangkan vaksin, yakni pertama, melalui mekanisme multilateral dengan GAVI sebanyak 54 juta dosis secara gratis. Kedua, vaksin Astrazeneca yang didatangkan dengan mekanisme bilateral melalui Bio Farma dan Astrazeneca sebanyak 50 juta.

GAVI adalah sebuah aliansi vaksin internasional yang menyediakan vaksin gratis bagi negara-negara yang memenuhi syarat. "Yang bermasalah pertama kali adalah Covax/GAVI karena adanya embargo dari India, suplai vaksin Astrazeneca paling besar dari India sehingga mengalami hambatan," katanya.

GAVI-Covaxadalah vaksin produksi GAVI (Global Alliance for Vaccine and Immunization), yang bekerja sama dengan mitra aliansi United Nations Children's Fund(UNICEF) dan World Health Organization (WHO). Dengan kondisi itu, kata Menkes, GAVI pun merealokasi vaksin.

Indonesia yang seharusnya menerima 11 juta vaksin pada Maret-April hanya mendapat 1 juta. Sedangkan sisanya ditunda di bulan Mei.

"Mereka juga belum bisa memberikan konfirmasi, jadi tidak pasti, itu dua minggu lalu," katanya.

Kemudian pada pekan lalu, pihaknya juga mendapatkan informasi bahwa vaksin Astrazeneca dengan mekanisme bilateral pun berubah. "Informasi terakhir yang kami terima dari Astrazeneca, yang tadinya rencananya semuanya dilakukan di 2021, mereka menyampaikan bahwa hanya bisa 20 juta vaksin di 2021 dan diundurkan 30 juta vaksin pada 2022," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement