Kamis 08 Apr 2021 17:02 WIB

Bulog: Terlalu Banyak Pintu dalam Putuskan Kebijakan Pangan

Polemik impor beras cerminan buruknya koordinasi antar lembaga pemerintah.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Agus Yulianto
Gatot Trihargo (tengah)
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Gatot Trihargo (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Direktur Utama Perum Bulog, Gatot Trihargo menilai, kebijakan pangan yang diputuskan pemerintah, saat ini, terlalu rumit. Itu lantaran banyaknya kementerian lembaga yang terkait untuk memutuskan satu kebijakan pangan.

Menurut Gatot, hal itu menjadi salah satu kendala akibat belum terbentuknya Badan Pangan Nasional sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. "Hingga saat ini, BPN belum terbentuk. Sehingga kebijakan pangan tidak terintegrasi dari hulu ke hilir karena kewenangan masih tersebar di berbagai kementerian," kata Gatot dalam paparannya dalam sebuah webinar yang digelar Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Kamis (8/4).

Dia mencontohkan, salah satu kendalan yang paling sering dialami saat ini adalah penugasan untuk menyimpan cadangan beras pemerintah (CBP) serta melakukan operasi pasar. Hal itu mengharuskan Bulog melakukan penyerapan atau pengadaan beras dari gabah petani.

Di sisi lain, perusahaan kini tak lagi punya mandat dalam penyediaan beras untuk bantuan sosial. "Kalau kita disuruh serap begitu banyak, tapi tidak ada tempat penyalurannya, maka yang terjadi seperti hari ini. Stok sudah banyak bahkan ada beras impor yang usianya sudah dari 2018," katanya.

Gatot mengatakan, semestinya alur beras yang dikelola oleh Bulog bisa dijaga kelancarannya antara beras yang masuk maupun keluar. Dengan begitu, kualitas beras bisa tetap terjaga. Namun untuk bisa mengeluarkan cadangan beras tersebut, harus melalui proses pembahasan kebijakan yang panjang.

Anggota Komisi IV DPR RI, Luluk Hamidah, menambahkan, polemik impor beras yang terjadi baru-baru ini juga menjadi cerminan buruknya koordinasi antar lembaga pemerintah. Hal itu sekaligus menandakan diperlukannya Badan Pangan Nasional yang fokus mengurusi kebijakan pangan. Pembentukan badan tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012.

Ia mengatakan, pembentukan Badan Pangan Nasional semestinya dilakukan paling lambat tahun 2015 sejak regulasinya disahkan pada 2012 silam. Seiring berjalannya waktu, dinamika sektor pangan makin tinggi sehingga akan menyulitkan pembentukan badan itu sendiri.

"Kita menagih janji pemerintah terkait ini karena hampir sembilan tahun tidak ada. Padahal, tantangan ke depan akan semakin berat," kata Luluk.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement