REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah pusat mengambil alih pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta Timur yang berdiri di atas lahan seluas lebih dari 146 hektare. Selama nyaris 44 tahun terakhir, aset milik pemerintah dengan valuasi sebesar Rp 20 triliun (per 2018) itu dikelola oleh Yayasan Harapan Kita. Yayasan ini awalnya didirikan oleh Ibu Tien Soeharto, istri Presiden ke-2 RI Soeharto.
Lantas apa alasan pemerintah menarik kembali pengelolaan TMII? Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengungkapkan, pengambilalihan ini diatur dalam Peraturan Presien (Perpres) nomor 19 tahun 2021 tentang Pengelolaan TMII. Langkah ini sekaligus sebagai tindak lanjut atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang meminta Kemensesneg selaku pemegang aset TMII untuk melakukan perbaikan manajemen.
"Jadi atas pertimbangan tersebut, presiden telah menerbitkan Perpres 19 tahun 2021, tentang TMII. Yang intinya penguasaan dan pengelolaan TMII dilakukan oleh Kemensesneg dan ini berarti berhenti pula pengelolaan yang selama ini dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita," kata Pratikno dalam keterangan pers di kantornya, Rabu (7/4).
Sekretaris Mensesneg Setya Utama juga menambahkan, rekomendasi untuk pengambilalihan pengelolaan TMII juga berdasarkan hasil riset dari tim legal Fakultas Hukum UGM dan pemeriksana BPK untuk hasil pemeriksaan tahun 2020. Rekomendasi yang diberikan kepada pemerintah pusat, perlu ada perbaikan pengelolaan terhadap aset-aset milik negara, salah satunya TMII.
Namun pengambilalihan ini tidak instan. Pemerintah menyiapkan tim transisi yang akan bekerja selama tiga bulan sebelum akhirnya mitra baru ditunjuk. Selama periode transisi pula, seluruh staf dan karyawan TMII tetap bekerja seperti biasa dengan hak keuangan yang semestinya tetap diberikan.
Baca juga : TMII akan Dijadikan Cultural Theme Park Kelas Dunia
Pemerintah, imbuh Pratikno, memastikan bahwa pemanfaatan TMII tidak berubah. TMII tetap brfungsi sebagai kawasan pelestarian dan pengembangan budaya Nusantara, seperti yang perannya selama ini. TMII, ujar Mensesneg, tetap menjadi sarana edukasi bermatra budaya. Hanya saja, pengelolaannya perlu dioptimalkan.
"Bisa menjadi cultural theme park berstandar internasional yang diharapkan bisa menjadi jendela Indonesia di mata internasional," kata Pratikno.