REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Warga Myanmar penentang perebutan kekuasaan oleh Militer melakukan penjualan barang untuk mendanai pemerintah bayangan yang menggerakan protes. Mereka melakukan penjualan secara daring, memanfaatkan media sosial untuk mengumpulkan dana.
Penjualan tersebut tidak hanya terpatok dengan barang-barang seperti pakaian atau mainan, beberapa menawarkan pelajaran musik dan les keterampilan lainnya.
Warga asing didorong untuk menyumbang, tetapi penggalangan dana di dalam Myanmar juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran politik buat menantang penggulingan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.
Pengguna Facebook telah menggunakan jejaring sosial untuk menjual harta benda mereka. Mengiklankan barang atau jasa bahwa semua uang yang terkumpul akan digunakan untuk mendanai Komite Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (CRPH) yang dibentuk oleh anggota Parlemen terpilih yang diblokir dari jabatan oleh proses kudeta.
Komite tersebut menyebut dirinya sebagai satu-satunya pemerintah yang sah di negara itu, menolak junta yang berkuasa karena tidak memiliki kedudukan hukum. Pada gilirannya, junta telah melarang komite dan menyatakannya sebagai pengkhianat, mengancam akan memenjarakan tidak hanya anggotanya tetapi siapa pun yang mendukungnya.
Dibentuk dari awal tak lama setelah kudeta 1 Februari, CRPH membutuhkan uang untuk menjalankan kegiatan pengorganisasiannya di dalam negeri dan upaya diplomatik di luar negeri. Meskipun pihak berwenang terus mempersempit akses ke internet, kesepakatan masih tersedia.
Pekan lalu, seorang remaja putri menawarkan koleksi musik dan memorabilia K-Pop, terutama dari grup musik EXO. Siapa pun yang tertarik harus menunjukkan kepadanya tanda terima untuk sumbangan ke CRPH dan barang tersebut akan diberikan kepada siapa pun yang memberi paling banyak.
Sedangkan warga lain menjual koleksi LEGO Marvel Super Heroes miliknya. “Itu tidak terlalu mahal tapi sulit untuk dikumpulkan. Kalau kamu tunjukkan slip donasi CRPH kamu pilih apa saja dan akan kuberikan," ujar pesannya untuk mendapatkan barang tersebut.
Sekelompok lainnya mengiklankan koleksi novel, puisi, dan buku motivasi. Hasilnya kembali disumbangkan untuk perjuangan demokrasi dan barang akan dikirimkan ketika kondisi sudah stabil.
Sedangkan penjual jasa pun tidak kalah aktif, seorang penjahit yang menawarkan untuk menjahit pakaian tradisional Myanmar secara gratis kepada mereka yang menyumbang 25 dolar AS. Ada pula seorang musisi yang menawarkan pelajaran gitar dan ukulele seumur hidup.