REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil analisis ilmu grafologi atau analisis pola tulisan tangan dari surat wasiat kedua pelaku terorisme di Makassar dan Mabes Polri dinilai memiliki kesamaan dengan masalah psikologis yang dimiliki oleh hampir semua orang, yakni rasa tidak aman dan rasa duka.
Menurut Grafolog Deborah Dewi, melihat dari sampel tulisan tangan kedua pelaku terorisme, terdapat beberapa pola indikator grafis yang berbeda. Namun, mengacu pada satu benang merah intepretasi umum yang menjadi pemicu internal di antara karakter keduanya yaitu rasa cemas, tidak mampu, dan kurang percaya diri yang membuat mereka merasa tidak aman (insecurity).
"Perasaan tidak aman ini wajar dimiliki oleh semua orang. Namun, akan berkembang menjadi perilaku yang tidak wajar jika kompensasi untuk mendapatkan rasa aman diisi oleh hal-hal yang destruktif seperti layaknya yang dilakukan oleh para perekrut teroris menjanjikan hal-hal yang konstruktif, namun semu." papar Deborah kepada Republika.co.id, Kamis (1/4).
Melalui ilmu gragologi, Deborah dapat mengidentifikasi kondisi psikologis maupun karakter kedua pelaku terorisme dari pola tulisan tangan di surat wasiat mereka. Hal yang menarik yang ditemukan Deborah dari kedua surat tersebut yakni perbedaan jelas dari keduanya dibalik alasan mereka melakukan 'jihad'.
Meskipun secara verbal mereka memberikan alasan yang berbau spiritual, namun indikator grafis di dalam sampel tulisan tangan keduanya justru tidak menunjukkan dorongan spiritual yang kuat untuk mengeksekusi 'jihad'.
Untuk Zakiah, dorongan yang utama adalah kemarahan atas status sosial (non material) yang melekat pada dirinya. Sedangkan untuk Lukman dorongan yang utama adalah kemarahan dan ketakutan dalam menghadapi masa depan di kehidupannya yang akan sangat berdampak pada sang Ibu.
"Kematangan emosional dan intelektual yang lemah di antara kedua pelaku menjadikan celah keberhasilan perekrutan eksekutor teroris semakin besar," kata Deborah.