REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Bio Farma bersama, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Universitas Padjadjaran secara bersama – sama menyepakati kerja sama lintas sektor dengan nama BBU, dilaksanakan dalam rangka mendukung ketersediaan Hijauan Makanan Ternak (HMT) di Indonesia.
Penandatanganan dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2021, di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, dilakukan oleh Senior Executive Vice President (SEVP) Human Capital and Complience Bio Farma, Disril Revoilin Putra,
Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agro Industri dan Bio Teknologi, Dudi Iskandar yang diwakili oleh Direktur PTPP TAB Dr. Ir. Dudi Iskandar M.ForSC dan Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Universitas Padjajaran, Hendrawan.
Dalam perjanjian kerja sama (PKS) yang berjudul Pengkajian Dan Pengembangan Hijauan Makanan Ternak (HMT) Bernutrisi Tinggi bertujuan untuk menerapkan teknologi yang dapat digunakan untuk pengkajian dan pengembangan hijauan makanan ternak bernutrisi tinggi dan mendiseminasikan kepada petani/peternak dalam mengembangkan pakan ternak sesuai dengan Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL)/Corporate Social Responsibility (CSR).
Selain penandatanganan PKS, pada saat yang bersamaan dilakukan juga peresmian Kampung Pengembangan HMT di Cisarua Kab Bandung Barat. Kampung pengembangan HMT BBU yang ini, memilki manfaat dan berguna dalam mendukung industri peternakan di Indonesia. Karena kampung pengembangan HMT BBU akan dijadikan sebagai pusat bibit, pusat konservasi, pusat riset dan penelitian, pusat pelatihan, pusat magang dan pusat perbaikan genetik untuk Hijauan Makanan Ternak di Indonesia.
Kerja sama lintas sektor Academy, Business, Goverment dan Community (ABCG) ini, dilakukan untuk mengembangkan suatu seed rumput (bibit rumput) berupa rumput gajah, odod dan kikuyu yang diharapkan akan memberikan nilai nutrisi yang baik pada pakan ternak, yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak termasuk Bio Farma dan masyarakat pada umumnya.
Menurut SEVP Human Capital dan Complience Bio Farma, Disril Revoilin Putra, Bio Farma sebagai salah satu industri farmasi yang salah produknya adalah serum, membutuhkan satu media produksi berupa hewan seperti kuda, yang sangat membutuhkan rumput, dengan nutrisi tinggi.
“Oleh karenanya, kami berkolaborasi bersama BPPT dan Universitas Padjadjaran sesuai dengan kompetensinya masing – masing, untuk membina kelompok masyarakat dalam menghasilkan rumput gajah, rumput odot dan rumput kikuyu lokal, dimana nantinya, hasil rumput ini bisa dimanfaatkan oleh Bio Farma dan masyarakat," papar Disril.
Sementara menurut Wakil Rektor Unpad Bidang Riset dan Inovasi, Hendarmawan, suatu keberkahan awal dari kerja sama ini. UNPAD sangat menyambut baik riset. Harapannya adalah bagaiman hasil dari produk ini bisa dirasakan oleh masyarakat terutama masyarakat Jawa Barat yang terkena kesulitan ekonomi akibat pandemi.
“Saya punya keyakinan bahwa aktifitas ini bisa diteruskan karena memang sebagian besar petani kita masih kesulitan dalam pakan ternak. Semoga tidak hanya rumputnya tetapi kedepannya adalah bagaimana kreasi inovasi dari masyarakat setelah hasil ternaknya baik," papar Hendarmawan.
REKOR MURI
Kolaborasi Bio Farma, BPPT dan Unpad menghasilkan penetapan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Hal ini berdasarkan pada adanya lonjakan yang cukup signifikan, pada rumput odot dan kikuyu yang biasanya mencapai 120-150 ton per hektar per tahun, terjadi peningkatan setelah kolaborasi ini berjalan, dapat ditingkatkan produksinya menjadi 600 ton per hektar per tahun, yakni dengan rincian 90 ton sampai 150 ton per hektar per panen dengan rataan sekitar 102 ton per hektar.
Hal ini berarti menunjukan adanya lompatan produksi yang mencapai diatas 500 persen. Selain hasil panen yang meningkat signifikan, ternyata rumput yang dihasilkan ini mempunyai kualitas yang baik dengan kadar protein 15 persen dan total digestible nutrien sekitar 60 persen.
Catatan ringkas untuk rekor kedua rumput kikuyu lokal BBU, ini juga sebagai sebuah prestasi yang membanggakan karena mengeksplorasi rumput lokal asli Indonesia sebagai sumber hijauan yang sangat berkualitas yang membalikan anggapan yang selama ini kita menyatakan bahwa rumput asli Indonesia tidak berkualitas dan kalah pamor oleh rumput – rumput dari luar negeri, sehingga kebijakan untuk memenuhi rumput yang berkualitas selalu dengan impor bibit rumput dari luar negeri.
“Hasil eksplorasi dan interupsi teknik budidaya yang dilakukan oleh tim Bio Farma, BPPT dan Universitas Padjadjaran telah menghasilkan hijauan yang berkualitas dari rumput lokal Indonesia. Dimana rumput ini mempunyai kandungan protein pasar 18 persen dan total digestible nutrien 65 persen setelah kandungan serap yang rendah”, ujar Yusuf Ngadri, Senior Manager MURI.