Rabu 31 Mar 2021 03:22 WIB

Menyoal Minusnya Kredit Bank Asing dan Bank Swasta

Pertumbuhan kredit bank asing minus 25 persen, bank swasta minus 5 persen.

Logo OJK: OJK menyoal minusnya kredit bank swasta dan bank asing di Indonesia
Foto: dok. Republika
Logo OJK: OJK menyoal minusnya kredit bank swasta dan bank asing di Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Novita Intan, Elba Damhuri 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyentil bank swasta dan bank asing di Indonesia yang masih minus dalam penyaluran kreditnya. OJK mencatat per Februari 2021, pertumbuhan kredit bank masih kontraksi (minus) sebesar 2,15 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp 5.419,1 triliun.

Baca Juga

Kontraksi terbesar ada pada kredit bank asing yang mencapai minus 25,56 persen per Februari 2021 menjadi Rp 171,3 triliun. Untuk bank swasta, kontraksi kredit sebesar 5 persen. 

Sebaliknya, kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, catatan positif justru diraih bank-bank BUMN dan bank daerah (BPD).

"Pertumbuhan kredit yang sudah positif itu Bank BUMN dan BPD, yaitu BPD 5,6 persen dan bank BUMN sampai 1,5 persen. Justru, bank swasta nasional dan bank asing yang kreditnya masih negatif," kata Wimboh saat acara Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional secara virtual, Kamis (25/3).

Pada Januari 2021, pertumbuhan kredit bank umum swasta nasional masih minus lima persen (yoy), sedangkan bank asing minus 25 persen (yoy). Menurut dia, otoritas akan tetap memantau penyaluran kredit perbankan untuk mendorong perekonomian domestik. 

“Saat ini, baru kredit sektor modal kerja saat yang tumbuhnya mulai positif. Jadi, kami menaruh perhatian betul yang bank swasta, mengapa demikian dan ini akan kami lihat secara lebih detail, bahkan debitur-debiturnya kenapa," ucapnya.

Baca juga : Pemerintah Dorong Pemulihan Ekonomi Lewat Dua Strategi

Wimboh mengaku optimistis sepanjang tahun ini pertumbuhan kredit akan membaik. OJK menargetkan pertumbuhan kredit tahun ini 7,5 persen (yoy). Dengan begitu, Wimboh memprediksi pertumbuhan ekonomi 2021 bisa mencapai kisaran target 4,5 persen sampai 5,3 persen.

Menyikapi minusnya kredit bank asing, Perhimpunan Bank-Bank Internasional Indonesia (Perbina) menilai terkontraksinya pertumbuhan kredit berkaitan erat dengan kondisi makroekonomi yang relatif lemah selama masa pandemi. Lemahnya kondisi ekonomi makro ini turut memengaruhi kebutuhan pembiayaan sektor riil. 

Ketua Perbina Batara Sianturi menjelaskan, setiap bank memiliki eksposur terhadap customer base yang berbeda-beda sehingga tingkat penurunan permintaan kredit yang dialami masing-masing bank pun berbeda-beda.

Jika program vaksinasi Covid-19 bisa melaju dan aktivitas perekonomian kembali normal, tentunya, kata Batara, kebutuhan pembiayaan sektor riil akan kembali meningkat dan pertumbuhan kredit akan cepat kembali positif.

“Di tengah ketidakpastian yang didorong oleh pandemi Covid-19, kami terus menjaga likuiditas dan memperkuat permodalan. Neraca kami memiliki kapasitas yang memadai untuk melayani para klien/nasabah kami,” kata Batara yang juga CEO Citi Indonesia itu.

Bank-bank asing saat ini berupaya menjaga permodalan perusahaan dengan baik dan kualitas aset yang masih berada pada tingkat sehat. Tercatat, non-performing loan (NPL) atau kredit macet bruto bank asing sebesar 1,66 persen dan non- performing loan bersih 0,41 persen.

Batara menegaskan, dengan penekanan yang kuat pada manajemen risiko, mereka akan terus melayani dengan hati-hati pada masa penuh tantangan ini. Ia menyatakan, Citibank sendiri masih kuat likuiditasnya.

Baca juga : Pemerintah Masih Susun Aturan Teknis Larangan Mudik

Ke depan, Perbina berupaya memantau dengan cermat kinerja debitur dan kapasitas pembayaran. Saat ini, kata Batara, ada beberapa klien dalam bisnis perbankan institusional yang telah mengajukan permohonan untuk mendapatkan program bantuan. 

“Kami akan terus berkoordinasi dan melakukan pelaporan ke OJK jika ada klien kami yang ikut dalam program bantuan. Dari sisi retail banking, kami telah melakukan restrukturisasi kepada nasabah yang terkena dampak Covid-19,” kata dia.

Selain program restrukturisasi, bisnis retail banking perusahaan juga telah memperpanjang program pembebasan bunga, biaya, dan skip-a-payment kepada para nasabah yang terkena dampak Covid-19. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement