REPUBLIKA.CO.ID, OLEH Febrian
Pemerintah saat ini tengah fokus mempercepat pembangunan tol Trans Sumatra yang dapat memudahkan akses transportasi darat antar provinsi di Pulau Sumatra. Mulai dari Aceh sampai Lampung. Sejauh ini, yang sudah rampung dikerjakan adalah tol dari Lampung sampai ke Palembang, Sumatra Selatan, yakni sepanjang 1.064 Km dengan 551 ruas tol konstruksi dan 513 ruas tol operasi.
Adapun ruas yang telah beroperasi secara penuh yakni Tol Bakauheni-Terbanggi Besar (141 km), Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung (189 km), Tol Palembang-Indralaya (22 Km), Tol Medan-Binjai seksi 2 dan 3 (15 km), Tol Pekanbaru-Dumai (131 km) dan Tol Sigli-Banda Aceh seksi 4 Indrapuri-Blang Bintang (14 km).
Sementara tol Padang-Pekanbaru yang rencananya akan dibuat sepanjang 254 kilometer masih belum rampung. Salah satu persoalan Tol Padang-Pekanbaru di daerah Sumbar adalah proses pembebasan lahan.
Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi yang baru dilantik berjanji akan segera menyelesaikan persoalan ini supaya proses pembangunan lebih cepat. Mahyeldi melihat hadirnya Jalan Tol Padang-Pekanbaru akan sangat baik bagi perekonomian masyarakat Sumbar.
"Sumbar memiliki potensi pertanian yang bisa membantu pemenuhan ketahanan pangan di provinsi tetangga seperti Riau dan Medan. Tol menjadi kunci konektivitas antardaerah sehingga pembangunannya harus didukung penuh," kata Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah di Padang, Senin (22/3).
Sebelumnya, sempat beredar informasi hoaks yang menyebutkan pembangunan tol Padang-Pekanbaru di daerah Sumbar dihentikan. Project Director Jalan Tol Padang-Sicincin PT Hutama Karya, Marthen Robert Singal membantah hal tersebut. Marthen mengatakan pihaknya hanya mengubah pola dengan memfokuskan aktivitas pembangunan di lahan yang sudah dibebaskan.
"Intinya, PT Hutama Karya bukan menghentikan pembangunan, tapi hanya akan mengerjakan pada lahan yang sudah dibebaskan, jika tersedia kelebihan sumber daya, maka akan dilakukan refocusing ke ruas lain yang lebih siap lahannya," kata Marthen baru-baru ini.
Marthen menjelaskan, dengan kemampuan sumber daya dan ekuitas yang sangat terbatas, Hutama Karya melakukan refocusing pada ruas-ruas yang lebih siap. Sehingga hasilnya bisa lebih cepat dimanfaatkan oleh masyarakat. Karena dengan keterbatasan lahan yang ada, mengakibatkan produktivitas pengerjaan jadi rendah. Sehingga biaya overhead BUJT dan Main Kontraktor menjadi tinggi.
"Biaya bunga selama masa konstruksi dan biaya eskalasi akan semakin mahal serta biaya supervisi dan pengawasan konsultan bertambah sehingga menjadi tidak efektif dan efisien," ucap Marthen.
Selain itu, menurut Marthen, Hal-hal tersebut di atas juga akan berdampak pada meningkatnya total biaya investasi. Hal itu dapat mengakibatkan tarif tol per kilometer menjadi lebih mahal dan nantinya menimbulkan beban pada masyarakat pengguna jalan tol.
Anggota Komite 2 DPD RI yang beberapa hari lalu melakukan kunjungan ke Sumatra Barat Edwin Pratama menyebut jalan tol Padang-Pekanbaru memiliki banyak manfaat. Salah satunya untuk kemudahan lalu-lintas berbagai komoditi antara Riau, Sumbar dan provinsi tetangga lainnya.
"Selama ini bila ada gangguan di jalan Padang-Pekanbaru, itu langsung berefek ke harga cabai di Pekanbaru. Bisa Rp 150 ribu per kilometer karena pasokan dari Sumbar tidak masuk," kata Edwin di Padang, Senin (22/3). Selain itu menurut Edwin, pengembangan pariwisata Sumbar dan Riau juga akan semakin baik karena kemudahan akses transportasi. Karena jarak tempuh jalur darat bisa lebih singkat bila sudah ada tol Padang-Pekanbaru.
"Ini yang harus sama-sama kita sadari bahwa manfaat tol itu sangat besar," kata Edwin.
Edwin memahami bahwa pembangunan tol Padang-Pekanbaru sedikit terhambat karena adanya proses cukup lama di pembebasan lahan. Ia berharap semua elemen pemerintah dan masyarakat bahu-membahu supaya tahapan pembebasan lahan ini tidak berlarut-larut. Supaya proses pembangunan bisa lebih cepat.
Edwin yang merupakan senator dari Riau itu mengatakan proses pembebasan lahan di Sumbar memang tidak semudah di Riau. Di Riau menurut dia, lahan yang terkena pembangunan jalan tol mayoritas dikuasai pemerintah. Sementara di Sumbar lebih banyak melewati tanah adat dan tanah ulayat. Sehingga pembahasan pembebasan lahan yang dilakukan pemerintah sedikit lebih alot.
Ketua Komite 2 DPD RI yang berasal dari Aceh, Abdullah Puteh mengatakan DPD RI juga mendorong percepatan pembangunan tol Sumatra. Ia melihat bila semua provinsi di Sumatra sudah terhubung jalan tol, akan menghidupkan perekonomian. Terlebih di daerahnya yang berada di paling ujung Sumatra menurut Puteh akan lebih terbuka dalam perdagangan antar provinsi di Sumatra.
"Jadi kalau sudah ada tol, pemasaran komoditi yang ada di Aceh lebih mudah masuk ke provinsi lain," ucap Puteh.
Di sisi lain Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Sumatra Barat Budi Syukur mengatakan pihaknya sangat menginginkan jalan tol Padang-Pekanbaru cepat selesai. Menurut Budi, hadirnya tol Padang-Pekanbaru dapat meningkatkan perekonomian masyarakat termasuk sektor usaha transportasi darat.
"Kami tentu sangat mendukung. Jalan tol nantinya sangat berpengaruh terhadap peningkatan arus perpindahan orang dan barang," kata Budi di Padang, Kamis (25/3).
Budi menambahkan hadirnya meningkatnya arus perpindahan barang dan orang akan meningkatkan kebutuhan angkutan bus AKDP, AKAP, AJAP dan bus pariwisata. Sehingga penggerak dunia transportasi darat di Sumbar juga semakin bergairah. Selain itu, juga dapat memangkas jarak tempuh antara ibu kota Sumbar dan ibu kota Riau itu. Padang-Pekanbaru yang biasanya ditempuh dalam 8-10 jam, dengan jalan tol dapat ditempuh dengan waktu 3 jam saja.
Kemudian Budi melihat hadirnya jalan tol nanti juga sebuah tantangan bagi pengusaha transportasi darat. Karena pengusaha harus berani menghadirkan armada yang berkualitas dan memadai.
"Tantangannya tentu kita harus menyiapkan mobil yang begitu banyak sesuai kebutuhan masyarakat, kita harus menjawab tantangan itu," ucap Budi.