REPUBLIKA.CO.ID, -- Oleh Elba Damhuri
Presiden Recep Tayyip Erdogan memang beda. Untuk urusan ekonomi, Erdogan tidak terbawa arus utama untuk mengikuti resep pemulihan ekonomi ala kaum liberalis.
Erdogan memilih jalannya sendiri sebagai kaum anti-ortodoks. Ia menjuluki tiga penyakit ekonomi Turki dalam istilah segitiga setan (devil's triangle). Dan suku bunga menjadi "mbahnya setan" itu. Dua lainnya inflasi dan nilai tukar.
Tak heran, ketika urusan suku bunga mengejutkannya, Erdogan tiba-tiba memecat kepala bank sentral Turki. Tindakan ini menempatkan lira terjun bebas --bahkan yang terburuk dalam satu hari-- terhadap dolar AS dalam hampir tiga tahun ini.
Market pun menyambut khawatir tindakan pemimpin Turki ini. Analis menyebut langkah ini akan menjatuhkan kepercayaan investor.
Momen penting perbaikan ekonomi Turki bisa terhambat dan inflasi bisa makin tak terkendali. Arus modal keluar pun tak terhindarkan.
Pada Senin (22 Maret), lira --mata uang Turki-- jatuh telak hingga 15 persen mencapai 8,39 per dolar AS, mendekati level terendah sepanjang masa.
Baca juga : Laporan: Penyelidik PBB Diancam Dibunuh oleh Pejabat Saudi
Terakhir kali mata uang lira mengalami koreksi tajam dalam satu hari saat krisis mata uang 2018 di Turki, yang menyebabkan kehilangan hampir setengah nilainya terhadap dolar AS.
Penurunan lira terjadi setelah Erdogan memecat gubernur bank sentral Turki Naci Agbal pada Sabtu. Dua hari sebelumnya mantan menteri keuangan itu menaikkan suku bunga untuk melawan kenaikan tajam inflasi.
Agbal baru menjabat kurang dari lima bulan dan menjadi gubernur bank sentral ketiga yang digulingkan oleh Erdogan sejak pertengahan 2019.
Pasar modal juga ikut kena getah pemecatan ini. Bursa Efek Istanbul untuk sementara waktu menghentikan perdagangan pada Senin setelah indeks utamanya turun hampir 9%.
Aksi ini ikut memukul bank-bank Eropa dengan eksposur aset Turki, termasuk BBVA Spanyol (BBAR) dan pemberi pinjaman Belanda ING (ING).
"Turki kehilangan salah satu jangkar terakhir pejabat kredibel," tulis Phoenix Kalen, ahli strategi pasar berkembang di Société Générale, dalam sebuah catatan penelitian pada Ahad.
Agbal digantikan oleh Sahap Kavcioglu, seorang profesor perbankan dan mantan anggota parlemen dari Partai Keadilan dan Pembangunan yang berkuasa di Erdogan.
Baca juga : Pemerintah Buka Lowongan ASN 2021, Ini Formasi Lengkapnya
"Pemecatan mengejutkan dari kepala bank sentral Agbal selama akhir pekan dapat memberikan pukulan fatal bagi kepercayaan investor di Turki," tulis Win Thin, kepala strategi pasar global di Brown Brothers Harriman, dalam catatan penelitian.
Agbal membela reformasi ekonomi dan kemandirian bank sentral selama masa jabatan singkatnya. Ini dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan investor lokal dan asing terhadap aset Turki.
Dua hari sebelum dia dipecat, Agbal menaikkan suku bunga sebesar 200 basis poin menjadi 19%, lebih tinggi dari yang diharapkan, setelah inflasi mencapai hampir 15% pada Februari.
Kenaikan suku bunga besar ketiga sejak penunjukannya pada November tampaknya diterima dengan sangat baik oleh pasar. Hal ini meningkatkan daya tarik lira dan menunjukkan komitmen Agbal untuk menjaga inflasi tetap pada jalurnya agar turun pada paruh kedua tahun ini.
Win mengatakan bahwa kejatuhan bahkan bisa mendorong lira menjadi 8,58 per dolar AS, tertinggi sepanjang masa, dan mungkin bahkan melampauinya.
Pasar dan investor pun selama ini menyambut baik langkah bank sentral Turki dengan memainkan suku bunga untuk menahan pelemahan lira. Agbal cukup efektif membawa lira ke level 7-an per dolar AS dengan kebijakan hawkishnya itu.
Agbal ingin mengembalikan independensi bank sentral Turki ke arah yang benar. Independensi bank sentral menjadi sangat penting bagi semua negara untuk mengambil kebijakan-kebijakan moneter yang benar dan tepat sasaran.
Baca juga : 13 Makanan Ini 'Dilarang' Dimakan pada Pagi Hari
Selama ini kekuasaan Erdogan sangat besar sehingga bisa memecat gubernur bank sentral, sesuatu yang tidak terjadi di negara-negara dengan sistem ekonomi modern.
Dana Moneter Internasional (IMF) dan bank sentral negara-negara maju mempelopori dan mendesak adanya independensi bank sentral untuk menjaga mekanisme ekonomi bekerja dengan baik.
Erdogan marah besar karena sejak awal dia menyatakan pro rezim suku bunga rendah. Bagi Erdogan, suku bunga tinggi hanya menaikkan inflasi, menyulitkan pemulihan ekonomi, dan menghancurkan daya beli rakyat Turki.