Senin 22 Mar 2021 17:49 WIB

Komisi X Nilai RUU Praktik Psikologi Urgen Dibutuhkan

Ada tiga aspek dalam pengaturan di bidang praktik psikologi yang akan terpenuhi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda
Foto: Istimewa
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menjelaskan urgensi dari rancangan undang-undang (RUU) tentang Praktik Psikologi. Setidaknya, ada tiga aspek dalam pengaturan di bidang praktik psikologi yang akan terpenuhi jika RUU ini terealisasi. 

Pertama adalah aspek filosofis. Huda menjelaskan, berdasarkan alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi, hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, mendapat lingkungan yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 

Baca Juga

“Ketentuan tersebut cukup relevan menjadi landasan filosofis sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat melalui profesi psikologi. Selain itu, setiap kegiatan layanan psikologi adalah upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat," ujar Huda dalam rapat kerja dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Sosial, dan Menteri Kesehatan, Senin (22/3). 

Kedua adalah aspek yuridis. Pasalnya, setidaknya ada delapan undang-undang yang substansinya melibatkan pelayanan profesi Psikologi. 

Yakni, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme.

"Selain itu negara belum memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan psikologi terhadap termasuk dalam kesehatan psikis, sehingga setiap warga negara dapat melakukan aktivitas dengan aman, produktif dan kreatif. Hal ini perlu diperkuat melalui lahirnya perundang-undangan ini," ujar Huda.

Terakhir, aspek sosiologis. Menurut Huda, pertimbangan sosiologis berkaitan dengan berbagai masalah empiris yang terkait dengan kehidupan bermasyarakat, meliputi untuk mengantisipasi kebutuhan masyarakat akan pelayanan psikologi. 

"Sebagai contoh trauma healing bagi korban bencana, agar jelas dan jenjang pendidikan tenaga psikologis yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan pengembangan pelayanan psikologis," ujar Huda.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menilai, psikologi merupakan salah satu aspek penting di masyarakat. Khususnya di tengah pandemi Covid-19, dimana masyarakat juga membutuhkan pemulihan mental. 

Psikologi, kata Nadiem, bukan hanya berkutat pada kesehatan mental saja, tapi juga dapat berdampak kepada kesehatan fisik. Ia mencontohkan, sistem imunitas manusia yang juga tergantung pada mental dan pengelolaan stres. 

"Kita juga harus memberikan landasan hukum dalam pengaturan praktik psikologi, sehingga psikolog yang melakukan praktik mendapat perlindungan, sebagaimana profesi lainnya," ujar Nadiem. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement