REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, mengatakan wacana impor beras sebesar 1 juta sampai 1,5 juta ton diperuntukkan untuk cadangan dan bukan langsung didistribusikan di pasar. Menurutnya, yang disampaikan oleh pemerintah masuk akal dan benar karena dalam UU pangan maupun UU cipta kerja tentang impor pangan masih diperbolehkan untuk memenuhi cadangan nasional. Sehingga tidak terjadi kekosongan pasokan dan menimbulkan gejolak harga pasar.
"Jadi, impor ini diperuntukkan untuk cadangan dan bukan langsung didistribusikan di pasar dan ini untuk menstabilkan harga dan ketersediaan pangan bila sewaktu waktu terjadi devisit pasokan di masyarakat," katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/3).
Kemudian, ia melanjutkan ketersediaan pangan ini menjadi hal penting karena penduduk Indonesia jumlahnya 270 juta lebih dan harus ada jaminan pangan dan tidak boleh diabaikan, mengingat itu adalah amanat konstitusi kalau pangan harus tersedia oleh negara dan pangan adalah hak asasi manusia.
Ia menambahkan sebagai bentuk antisipasi dan pemenuhan terhadap amanat konstitusi negara. Langkah pemerintah ini penting karena data stok pangan yang disampaikan Bulog kalau serapan sampai dengan bulan April adalah masih dalam bentuk harapan panen akan datang dan ini masih belum bisa dipastikan apakah dapat terpenuhi atau tidak.
Terlebih lagi, kata dia, berdasarkan resume dipaparkan dalam penjelasan rapat dengan Bulog bersama Baleg kalau stok mereka saat ini sebanyak 883.585 ton terdiri dari beras CBP 859.877 ton dan beras Kom 23.708 ton merupakan kebutuhan penjualan KPSH bulog.
"Waktu masih panjang sampai April dan ini baru Maret apalagi kami harus tahu persis apakah stok disampaikan Bulog akurasinya benar atau tidak. Karena saya meyakini stok beras dimiliki Bulog itu keberadaan di gudang mana dan berapa kerusakan yang ada kan belum dijelaskan oleh Bulog," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menegaskan, rencana impor beras hanya untuk menstabilkan harga beras. Pemerintah tidak ingin harga beras melonjak saat pandemi dan di saat yang sama tidak akan menurunkan harga gabah kering petani.
Menurut Lutfi, pemerintah tetap menjamin harga beras dan gabah kering petani tetap stabil meskipun Indonesia tengah dilanda pandemi. Ia menilai, kritik terkait rencana impor beras satu juta ton yang dianggap akan menurunkan harga beras petani tidak tepat.
"Tidak ada niat pemerintah untuk menurunkan harga petani terutama saat sedang panen raya. Sebagai contoh, harga gabah kering petani itu tidak diturunkan," tutur Lutfi dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Kamis (18/3).