Jumat 19 Mar 2021 15:32 WIB

Manfaat Vaksin AstraZeneca Lebih Besar Dibanding Risikonya

BPOM menilai vaksin AstraZeneca bisa mulai digunakan di Indonesia.

 Seorang perawat bersiap untuk memberikan dosis vaksin AstraZeneca.
Foto: Jung Yeon-je / Pool via AP
Seorang perawat bersiap untuk memberikan dosis vaksin AstraZeneca.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rr Laeny Sulistywati

Pengunaan vaksin AstraZeneca masih menuai polemik setelah ditemukan kasus penggumpalan darah pada sejumah penerima vaksin tersebut di Eropa. Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wien Kusharyoto, mengatakan manfaat vaksin AstraZeneca masih lebih tinggi daripada risikonya.

Baca Juga

"Manfaat karena vaksinasi tersebut tetap lebih tinggi daripada risiko yang sejauh ini masih sporadis munculnya," kata Wien saat dihubungi, Jumat (19/3). Menurut Wien, vaksinasi dengan menggunakan vaksin tersebut tetap dapat dijalankan karena manfaatnya tetap lebih tinggi daripada risikonya.

Manfaat itu berkaitan dengan terhindar dari Covid-19 yang berdampak parah hingga kematian. "Sebenarnya, berbasis uji klinis sebelumnya dan penggunaannya selama ini, vaksin ini tergolong aman," tutur Wien.

Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito, juga menilai pemberian vaksin AstraZeneca lebih besar manfaatnya dibanding risikonya. Penny mengaku pihaknya bersama tim pakar Komisi Nasional (Komnas) Penilai Obat, Komnas PP Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Itagi) telah melakukan pembahasan pada Jumat (19/3) hari ini.

Ia menyebutkan ada beberapa rekomendasi, di antaranya saat ini angka kejadian Covid-19 global termasuk di Indonesia masih tinggi. Sehingga walaupun pada pemberian vaksinasi mungkin dapat menimbulkan KIPI, risiko kematian akibat Covis-19 jauh lebih tinggi. BPOM sepakat masyarakat tetap harus mendapatkan vaksinasi Covid-19 sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

"Manfaat pemberian vaksin Covid-19 AstraZeneca lebih besar dibandingkan risiko yang ditimbulkan. Sehingga, vaksin Covid-19 AstraZeneca dapat mulai digunakan," ujarnya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Jumat (19/3)

Ia menambahkan, dalam informasi produk vaksin Covid-19 AstraZeneca telah dicantumkan peringatan kehati-hatian penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca pada orang dengan trombositopenia dan gangguan pembekuan darah. Lebih lanjut ia mengatakan vaksin Covid-19 AstraZeneca yang diterima di Indonesia melalui COVAX facility diproduksi di Korea Selatan dengan jaminan mutu sesuai standar persyaratan global untuk Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Ari Fahrial Syam, menganjurkan vaksin Covid-19 yang digunakan untuk memvaksinasi warga lebih dulu diuji klinik di Indonesia. "Kalau saya lebih menganjurkan lagi harusnya melalui uji klinik dulu, seperti AstraZeneca ini belum ada uji kliniknya (di Indonesia) walaupun emergency use authorization-nya (izin penggunaan darurat) sudah keluar. Seperti vaksin dari Sinovac, ini uji kliniknya sudah ada di Indonesia," kata akademisi dan praktisi klinis itu.

Ari mengatakan bahwa uji klinik di Indonesia penting untuk memastikan efikasi dan efek samping penggunaan vaksin pada orang Indonesia. "Mestinya juga perusahaan-perusahaan lainnya melakukan atau mengadakan uji klinik di Indonesia, karena kita tidak tahu apakah efek samping atau aplikasinya itu ada perbedaan tidak ketika ini diuji klinik di negara lain dibandingkan jika uji klinik di Indonesia," katanya.

Ia menekankan bahwa semua produk vaksin yang masuk ke Indonesia harus melalui pemeriksaan dan mendapat izin penggunaan dari BPOM. Vaksin COVID-19 dari Sinovac, perusahaan farmasi yang berbasis di China, melalui uji klinik di Bandung, Jawa Barat, sebelum digunakan dalam program vaksinasi pemerintah.

Menurut uji klinik yang dilakukan di Bandung, efikasi vaksin CoronaVac dari Sinovac sebesar 65,3 persen. Hasil uji klinik di Turki menunjukkan efikasi vaksin itu mencapai 91 persen dan di Brasil efikasinya 78 persen. Menurut standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), izin penggunaan darurat bisa diberikan kalau efikasi vaksin minimal 50 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement