Kamis 18 Mar 2021 06:42 WIB

Komnas HAM: Revisi UU ITE harus Mengadopsi Prinsip HAM

Komnas HAM merumuskan Standar Norma Pengaturan (SNP) hak atas kebebasan berpendapat.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas HAM mendukung revisi Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) demi melindungi hak atas kebebasan dan berekspresi. Sebab, semua kebijakan selayaknya mengadopsi prinsip-prinsip HAM. 

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengatakan, Komnas HAM sedang melakukan kajian tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi. Kajian ini dirumuskan dalam Standar Norma Pengaturan (SNP) hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. 

Baca Juga

Sandra mengatakan, SNP ini akan disahkan awal April mendatang. "SNP hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi bisa menjadi acuan dalam proses revisi UU ITE, " kata Sandra dalam keterangannya, Kamis (18/3). 

Sebagai langkah jangka pendek, ia berharap, SNP dapat digunakan oleh penegak hukum. Apabila SNP bisa dijadikan norma maka SNP dapat pegangan bagi aparat penegak hukum menangani kasus-kasus UU ITE atau kebebasan berpendapat dan berekspresi. 

Pada 2020, Sandra mengatakan, Komnas HAM menerima 22 aduan terkait serangan digital dan Undang-Undang ITE. Selain itu, ia mengatakan, Komnas HAM juga melakukan survei dibantu oleh Litbang Kompas terhadap 1.200 responden di Indonesia.

“Sebanyak 36,2 persen dari total 1.200 responden itu merasa tidak bebas dan tidak aman menyampaikan ekspresinya di media sosial dan internet,” kata dia.

Sandra pun menjelaskan cakupan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, antara lain pidato dan ekspresi politik; ekspresi keagamaan, seni dan simbolis; hak atas perlindungan data pribadi; kebebasan pers; hak atas internet; hak atas informasi dan informasi publik; kebebasan akademik; ekspresi dan keamanan nasional serta hak-hak keistimewaan. Sandra mengatakan, kebebasan berpendapat dan berekspresi dapat dibatasi hanya dalam dan untuk kondisi tertentu. 

Selain itu, pembatasan tersebut harus diatur berdasarkan hukum; diperlukan dalam masyarakat demokratis; serta untuk melindungi ketertiban umum, kesehatan publik, moral publik, keamanan nasional, keselamatan publik serta hak dan kebebasan orang lain. “Negara dalam melakukan pembatasan atas kebebasan berekspresi tidak bisa sewenang-wenang, harus dilakukan secara legal berdasar regulasi. Perlu ada pengaturan secara jelas agar pembatasan sesuai prinsip HAM dan merujuk pada konstitusi dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia, juga berdasar prinsip non diskriminatif, akuntabel dan bisa diuji oleh publik,” tegas Sandra. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement