REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) di Sindangsari, Kabupaten Serang, Banten, yang baru diresmikan Presiden Joko Widodo awal Maret lalu memanfaatkan penggunaan konstruksi sarang laba-laba (KSLL). Dari 12 gedung di kampus baru itu, sebanyak 8 gedung menggunakan konstruksi tersebut.
Pembangunan kampus itu dibiayai dari pinjaman Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank atau IDB) senilai 56,9 juta dolar AS (setara Rp 820,5 miliar). "Penggunaan konstruksi sarang laba-laba karena merupakan karya anak bangsa, tahan gempa dan tentunya mempertimbangkan efisiensi mengingat gedung yang kami bangun hanya empat lantai," kata Ketua Tim Teknis dan PIC Civilwork Kampus Untirta Sindangsari, Rifky Ujianto ST MT di Jakarta.
Konstruksi sarang laba-laba merupakan inovasi yang patennya dipegang PT Katama. Sesuai namanya konstruksi ini merupakan fondasi yang dibentuk dari rangkaian sirip berbentuk segitiga terbuat dari kombinasi besi dan beton. Apabila dilihat dari atas menyerupai jaring laba-laba.
Fondasi ini sudah banyak dimanfaatkan untuk bangunan tahan gempa di Aceh, Sumatra Barat, dan Bengkulu. Bahkan juga dimanfaatkan untuk landasan glinding atau taxiway Bandara Juata Tarakan, Kalimantan Utara, serta beberapa ruas jalan di tanah ekstrem.
Bagi Fakultas Teknik Untirta hadirnya konstruksi peraih upakarti ini juga menjadi laboratorium nyata. Dosen dan mahasiswa dapat praktik langsung sehingga dapat membangkitkan motivasi untuk menciptakan inovasi-inovasi dibidang konstruksi. Rifky mengakui hadirnya konstruksi ini ikut membantu dosen dan mahasiswa mempelajari konstruksi terutama untuk mengetahui kemampuannya menahan gempa.
Bahkan, Rifky mengatakan, saat pekerjaan yang sudah mencapai 70 persen terjadi gempa di Kabupaten Serang sekitar 7,1 SR ternyata bangunan tidak mengalami kerusakan sedikitpun. Ia juga menjelaskan konstruksi ini didisain untuk bangunan enam lantai di daerah gempa. Sedangkan di kampus Untirta Sindangsari gedung yang menggunakan konstruksi ini hanya empat lantai.
Rifky juga menjelaskan mengapa hanya delapan dari dua belas bangunan saja yang menggunakan KSLL. Dikarenakan sebagian lahan di kawasan ini menggunakan sistem cut and fill (gali dan uruk) yang tidak cocok untuk konstruksi sarang laba-laba.
M Arif Toto RM Eng dari Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) yang juga perencana proyek ini, mengatakan penggunaan KSLL selain pertimbangan kekuatannya terhadap gempa juga karena lebih efisien. Khususnya untuk bangunan empat lantai.
Mengenai kekuatan konstruksi ini, Toto mengatakan konstruksi ini memiliki kemampuan memperkecil risiko terjadinya pergeseran tanah karena kekuatannya menggunakan daya dukung tanah itu sendiri yang dipadatkan. Kemampuan itu diketahui berdasarkan hasil lokakarya nasional dan rekomendasi Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR, Balitbang Puskim Bandung, PU NAD, dan Universitas Syah Kuala.
"Pemadatan tanah di dalam pondasi akan mampu meniadakan pengaruh lipatan pada rib sehingga KSLL mampu mengikuti gerakan gempa baik dalam arah horizontal maupun vertikal," ujar Toto.
Presiden Direktur PT Katama, Kris Suyanto, menyatakan apresiasinya atas kembali dipercayanya konstruksi karya anak bangsa untuk bangunan di Tanah Air. Tak hanya di daerah rawan gempa, KSLL juga banyak digunakan pada tanah lunak dan berawa, namun perlu perlakuan khusus. Ia mengatakan penggunaan konstruksi ini di kampus baru Untirta sesuai dengan keinginan Presiden Joko Widodo untuk memperbanyak penggunaan produksi dalam negeri.
"Konstruksi kami sepenuhnya tidak menggunakan bahan atau material bangunan dari luar. Hampir semuanya di dapat di dalam negeri bahkan pekerja dan peralatan menggunakan sumber daya lokal," ungkap Kris.