REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan, partainya menolak wacana masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Menurutnya, masa jabatan presiden tiga periode dapat menghadirkan kekuasaan absolut yang dapat merusak negara.
"Ini telah diingatkan Lord Acton, power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely, bahwa kekuasaan cenderung korup, kekuasaan mutlak benar-benar merusak," ujar Kamhar lewat keterangan tertulisnya, Ahad (14/3).
Indonesia, kata Kamhar, sudah pernah merasakan dampak buruk dari tak adanya batas masa jabatan presiden pada Orde Lama dan Baru. Jika dipaksakan untuk terealisasi, itu dapat berpotensi kembali menimbulkan gejolak dalam negeri.
"Kami berpandangan tak ada urgensi untuk melakukan amandemen UUD 1945, apalagi jika hanya untuk merubah batas masa jabatan presiden," ujar Kamhar.
Pembatasan masa jabatan presiden selama dua periode sendiri telah diatur dalam amendemen UUD 1945. Kamhar mengatakan, itu merupakan amanah reformasi untuk memastikan sirkulasi pergantian kepemimpinan nasional dapat berjalan tanpa sumbatan dan menghindarkan pada jebakan kekuasaan.
"Lagi pula tak ada alasan objektif sebagai pertimbangan strategis yang menjadi capaian prestasi luar biasa pemerintahan ini. Baik itu di bidang ekonomi, politik, dan hukum sebagai dispensasi," ujar Kamhar.
Baca juga : Demokrat: Kubu Moeldoko Kebingungan 'Menembak' Serampangan
Sebelumnya, mantan ketua MPR RI Amien Rais mengungkapkan kecurigaan terkait adanya rencana untuk membuat Joko Widodo menjadi presiden selama tiga periode. Hal ini terlihat dari adanya manuver politik untuk mengamankan DPR, DPD, MPR, dan lembaga negara lainnya.
Namun, Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan, hingga saat ini tak ada agenda untuk mengubah satu atau dua pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945. Termasuk, tidak ada perubahan yang akan mencakup perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden agar dapat dipilih sebanyak tiga kali masa periode.
"Jangankan agenda perubahan, bahkan tingkatan pemikiran awal saja tidak ada sampai saat ini," ujar Arsul kepada wartawan, Ahad (14/3).
"Satu-satunya yang didalami dan dikaji lebih lanjut hanyalah hal yang terkait dengan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Dari lima rekomendasi MPR periode lalu pun tidak ada materi terkait masa jabatan presiden," ujar Arsul.