REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh mengusut dugaan korupsi program peremajaan sawit rakyat di provinsi ujung barat Indonesia tersebut dengan nilai Rp 684,8 miliar lebih. Kepala Kejati (Kajati) Aceh Muhammad Yusuf di Banda Aceh, Jumat (12/3), mengatakan pengusutan kasus dugaan korupsi tersebut kini sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan.
"Sumber anggaran program peremajaan sawit rakyat berasal dari Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang berada di bawah Kementerian Keuangan RI," kata Muhammad Yusuf.
Muhammad Yusuf mengatakan program peremajaan sawit tersebut berlangsung selama tiga tahun anggaran, yakni 2018, 2019, dan 2020. Ia mengatakan tahun anggaran 2018 dikucurkan sebanyak Rp16 miliar. Kemudian, pada tahun anggaran 2019 sebesar Rp243,2 miliar, dan tahun 2020 anggaran mencapai Rp425,5 miliar.
Lebih lanjut Muhammad Yusuf mengatakan program peremajaan sawit rakyat di Provinsi Aceh dilakukan atas perjanjian tiga pihak antara Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), koperasi, dan perbankan. "Permasalahan dalam perkara ini secara garis besar adanya temuan proses verifikasi. Dana diperuntukkan untuk peremajaan sawit tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam setiap kegiatan atau pengadaan," ungkapnya.
Selain itu adanya syarat-syarat pengajuan yang tidak sesuai dengan ketentuan berlaku, seperti tumpang tindih alas hak atas lahan para pengusul atau penerima manfaat program. Seharusnya, kata dia, pelaksanaan program peremajaan sawit rakyat dilaksanakan oleh pekebun melalui kelompok tani, gabungan kelompok tani, dan koperasi.