REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebuah hasil survei yang dipublikasikan Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan sekitar separuh kaum muda berusia 19–38 tahun, masih belum bersedia dan ragu untuk divaksinasi Covid-19.
Survei dilakukan secara daring terhadap 5.963 responden di 34 provinsi di Indonesia pada 13-16 Februari 2021, sekitar satu bulan setelah program vaksinasi Covid-19 secara resmi diterapkan oleh pemerintah. Sekitar 87,4 persen dari total responden tersebut merupakan kelompok usia muda di kisaran 19–38 tahun. Perinciannya: generasi Z (29,6%), Generasi Y (57,8%), Generasi X (11,6%) dan Baby Boomer 1%. Dari sisi jenis kelamin: 62% laki-laki dan 38% perempuan.
Manajer Riset Katadata Insight Center (KIC), Vivi Zabkie menyebut, semakin muda usia, jumlah responden yang belum bersedia divaksinasi semakin meningkat. Pada generasi Y (usia 23–38 tahun) atau dikenal dengan julukan kelompok milenial, sebanyak 45,9 persen belum bersedia divaksinasi yang terdiri atas 33,7 persen belum memutuskan dan 12,2 persen menolak divaksinasi.
Pada kelompok lebih muda (generasi Z, usia 19-22 tahun), proporsi yang belum bersedia divaksinasi semakin bertambah menjadi 51,7 persen. Jumlah ini terdiri atas 36,9 persen responden masih ragu dan 14,8 persen responden menolak divaksinasi.
Kondisi ini berbeda dengan kelompok yang berusia lebih tua. Semakin tua usia responden, maka proporsi yang enggan divaksinasi semakin sedikit. Pada Generasi X (usia 39-54 tahun) yang belum bersedia divaksinasi sebanyak 34,9 persen dan pada generasi Baby Boomer (55 – 74 tahun) yang belum bersedia divaksinasi sebanyak 23,7 persen.
“Generasi X dan Baby Boomer cenderung lebih banyak yang mau divaksinasi,” kata Vivi dalam webinar yang digelar Katadata dengan tema “Jalan Panjang Menuju Herd Immunity,” Jumat (12/3).
Vivi menjelaskan sejumlah alasan mengapa kelompok usia muda justru lebih banyak yang enggan divaksinasi. Menurut dia, faktor kekhawatiran terhadap efek samping (46,8%) dan keamanan (43,2%) menjadi alasan utama keraguan ikut vaksinasi.
Sedangkan, seperempat responden juga mengaku tidak bersedia dan ragu divaksinasi karena tidak percaya pada efektivitas vaksin, takut menjadi kelinci percobaan, serta menyakini ada alternatif lain untuk mengakhiri pandemi.
Sementara, mereka yang menyatakan bersedia divaksinasi memiliki sejumlah alasan: ingin diri dan keluarga terlindungi dari Covid-19 (69,8% dan 55,3%). Vaksin sudah lolos uji BPOM (35,7%) dan bersertifikat halal (32,3%) juga menjadi alasan kesediaan vaksinasi.
Vivi mengungkapkan meskipun kesediaan warga mengikuti program vaksinasi di kisaran 50-an persen, angka ini sebetulnya sudah meningkat dibandingkan pada saat vaksin belum dinyatakan lolos uji klinis dan diizinkan oleh Badan POM. Hasil urvei KIC pada Agustus–September 2020 yang dilakukan melalui survei tatap muka, hanya 27,5 persen responden yang bersedia divaksinasi.
“Kala itu, uji klinis belum selesai, belum ada izin BPOM. Akibatnya, keyakinan terhadap keamanan dan efektivitas vaksin memang jadi faktor utama yang menentukan keputusan orang belum bersedia mengikuti vaksinasi,” ujar Vivi.