REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menduga ada maksud terselubung di balik upaya pengambilalihan Partai Demokrat. Pangi khawatir salah satu tujuannya agar Joko Widodo (Jokowi) dapat menjadi Presiden untuk ketiga kalinya.
Pangi merasa prihatin atas pihak Istana yang mengabaikan upaya Moeldoko merebut kepemimpinan Partai Demokrat. Menurutnya, hal itu memunculkan spekulasi di masyarakat akan maksud pihak Istana.
"Kita juga layak bertanya dan patut curiga agenda apa yang sedang di desain pemerintah? Mungkinkah amandemen UUD 1945 terutama kaitannya dengan periode jabatan presiden yang mau ditambah menjadi tiga periode? Apa pun agendanya, kita layak curiga karena cara-cara culas sudah pasti tujuannya akan merugikan kita semua," kata Pangi dalam keterangan pers yang diterima Republika, Senin (8/3).
Pangi menilai, manuver politik Moeldoko patut dicurigai bukan hanya demi kepentingan pribadinya. Ia malah menyinggung kemungkinan bahwa Moeldoko cuma sekadar alat guna mencapai tujuan utama.
"Apakah dengan langkah sembrono dan ugal-ugalan itu Moeldoko mau jadi calon presiden 2024? Atau beliau melakukan itu semua atas restu Istana dan Moeldoko hanya pion untuk memuluskan ambisi politik yang sedang berkuasa?" sindir Pangi.
Selain itu, Pangi menyayangkan dengan praktik politik belah bambu yang menyasar partai oposisi. Ia menilai, hal itu sebagai cara berpolitik yang tidak etis di masa saat ini dimana penguasa sudah sangat dominan.
"Apalagi komposisi koalisi pemerintahan hari ini sudah terlalu gemuk, enam dari sembilan partai di parlemen dengan total 75 persen kursi sudah menjadi bagian dari koalisi pemerintahan, apakah ini belum cukup?" ujar Pangi.
Pangi mengkritik praktik memecah belah partai oposisi lalu menjadikannya bagian partai koalisi pemerintah. Kondisi ini hanya menjadikan DPR kembali ke masa order baru.
"Sekadar stempel bagi kekuasaan, menjadi lembaga yes man (eksekutif heavy)," ungkap Pangi.
Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko akhirnya ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam KLB, Jumat (5/3). Kubu Ketua Umum Demokrat AHY dan Ketua MTP Demokrat SBY menyatakan KLB itu ilegal karena tak sesuai AD/ART partai.
Keputusan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat periode 2021-2026 dibacakan oleh mantan kader Demokrat yang baru saja dipecat, Jhoni Allen. Pengangkatan Moeldoko sontak mengundang reaksi keras kubu Cikeas hingga menggelorakan "perang mencari keadilan".
Kantor Staf Presiden (KSP) menepis tudingan adanya keterlibatan Presiden Jokowi dalam manuver politik Kepala KSP Moeldoko. KSP menegaskan bahwa sikap Moeldoko merupakan keputusan pribadi yang tidak ada sangkut pautnya dengan presiden.
Tenaga Ahli Utama KSP, Ali Mochtar Ngabalin menyampaikan, pihak istana kepresidenan atau Presiden Jokowi sekalipun tidak ada tendensi dan intervensi ke partai politik. Menurutnya, langkah politik Moeldoko adalah keputusan pribadi yang dijamin undang-undang (UU).
"Sikap, pikiran, dan pandangan beliau untuk aktif di Partai Demokrat adalah sikap pribadi. Itu sebabnya, kenapa saya menolak orang-orang yang mengaitkan sikap pribadi ini dengan keterlibatan Presiden Joko Widodo," ujar Ngabalin, Senin (8/3).
Adapun, Jhoni Allen Marbun, salah satu penggagas KLB Deli Serdang membantah tudingan yang menyebut Kepala KSP Moeldoko yang terpilih sebagai ketua umum Partai Demokrat versi KLB adalah orang yang mewakili Istana. Menurut Jhoni, adalah keinginan Moeldoko pribadi yang menjanjikan harapan bagi perbaikan dan kejayaan bagi partai berlambang bintang mercy itu.
"Lebih karena kepribadiannya yang sangat simpatik menghargai orang dan menghargai bawahannya. Itu yang membuat kami (kader) mau dirinya jadi ketua umum," ujar Jhoni lewat keterangan videonya, Senin (8/3).
Jhoni menjelaskan, inisiatif awal pendekatan Moeldoko datang dari kader-kader di internal partai. Jhoni menyebut, banyak kader yang tertarik dengan figur dan sosok seorang Kepala KSP itu.
"Kamilah yang datang meminang. Kami melihat Jenderal yang sangat potensial dan tidak memiliki kecacatan," ujar Jhoni.
Ia berharap tak ada lagi pihak yang mengkait-kaitkan keterpilihan Moeldoko dengan pihak Istana. Sebab menurutnya, tak ada alasan yang kuat untuk menyeret keterkaitannya dengan keterpilihan mantan Panglima TNI itu.
"Tidak ada kaitannya terhadap jabatan Moeldoko," ujar Jhoni.