REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, 21,5 juta kelompok lanjut usia (lansia) jadi sasaran vaksinasi Covid-19 tahap dua sejak 17 Februari 2021. Lansia yang diharapkan mendapatkan vaksinasi adalah yang sehat tetapi jika memiliki penyakit penyerta (komorbid) juga bisa tetap mendapatkan imunisasi ini, asalkan dikelola dengan baik dan terkontrol.
Ketua Tim Advokasi Pelaksanaan Vaksinasi sekaligus Juru Bicara dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Iris Rengganis menegaskan, vaksinasi Covid-19 untuk kelompok lansia kalau punya komorbid tidaklah dilarang.
"Komorbid pada lansia itu hal yang biasa karena orang yang berusia diatas 40 hingga 50 tahun pada umumnya sudah memiliki komorbid. Namun, kalau komorbidnya sudah dikelola dengan baik maka bisa dilakukan vaksinasi," ujarnya saat mengisi konferensi virtual bertema Bibir Covid bertema Vaksinasi Covid-19 Bagi Lansia, Kamis (4/3).
Ia mencontohkan, jika lansia menderita tekanan darah tinggi (hipertensi) memang awalnya ditentukan standar tensi paling tinggi 140/90 mmHg kemudian bisa mendapatkan vaksinasi. Tetapi, dia melanjutkan, seiring berjalannya waktu diperbolehkan 180/110 mmHg.
Demikian juga dengan penyakit diabetes mellitus juga boleh asal gula darahnya terkontrol, minimal sebulan terakhir. Menurutnya, ketentuan pemerintah terkait komorbid lansia bersifat dinamis. Banyak sekali penyakit yang harus dilihat perkembangannya satu persatu. "Yang pasti, lansia dengan komorbid boleh divaksinasi asalkan terkontrol," ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir menambahkan, masyarakat yang menerima vaksin harus sehat. Oleh karena itu, dia melanjutkan, lansia yang bisa menerima vaksin Covid-19 dalam kondisi sehat.
Akan tetapi pihaknya menyadari lansia diatas 60 tahun memiliki komorbid karena organ tubuhnya mengalami penurunan fungsi misalnya ginjal, pankreas, jantung, paru-paru.
"Bila memiliki penyakit, misalnya hipertensi maka harus terkontrol kurang dari 180/110 mmHg, kemudian kalau ada diabetes mellitus harus terkendali atau tidak ada komplikasi akut, kemudian tuberkulosis (TBC) harus dilakukan pengobatan rutin dalam dua pekan. Kemudian kalau menderita penyakit kanker maka harus ada rekomendasi dokter bahwa bisa dilakukan vaksinasi," katanya.
Ia mengakui, screening penyakit yang diderita lansia ini saat akan vaksinasi diakui memakan waktu yang lama. Terlebih kalau respons dalam menjawab pertanyaan petugas sangat lambat.
Tak heran, dia melanjutkan, pelaksanaan vaksinasi pada lansia ini mengalami waktu yang sangat panjang. Namun, ia meminta semua pihak bersama-sama mendukung mewujudkan tujuan vaksinasi Covid-19, terutama bagi lansia yang lanjut usia yang rentan terhadap penyakit tersebut.
"Ini diperlukan komitmen bersama, kesadaran semua pihak untuk melaksanakan kebijakan dengan langkah nyata pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang terarah. Tetapi kita tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan dan kita berdoa pada Tuhan YME supaya tetap diberikan kesehatan, sehat wal afiat," katanya.