Kamis 04 Mar 2021 11:31 WIB

Bahaya dari Balik Postingan Saya Sudah Divaksin

Data pribadi dalam sertifikat vaksin bisa jadi sarana pencurian identitas.

Petugas kesehatan mencatat data warga yang akan melakukan vaksinasi COVID-19 secara drive thru untuk lansia di kawasan Kemayoran, Jakarta, Rabu (3/3/2021). Kementerian Kesehatan menggandeng aplikasi kesehatan halodoc untuk menyediakan layanan vaksinasi COVID-19 untuk lansia secara drive thru, dengan lokasi pertama Pos Pelayanan Program Vaksinasi COVID-19 berada di Bandar Kemayoran Jl. Benyamin Suep Blok C3, Kemayoran, Jakarta Pusat .
Foto:

Tahun lalu, wartawan senior Ilham Bintang mengalami kasus data pribadi bocor. Tersangka bisa membuat kartu identitas palsu berbekal NIK dan nomor telepon, mengambil alih nomor ponsel korban, hingga berujung sejumlah dana di bank raib. Ketika mengunggah sertifikat vaksin tanpa disensor di media sosial yang merupakan ruang digital publik, tentu akan membuka peluang data tersebut diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan disalahgunakan.

Selain berkaitan dengan data pribadi, informasi yang berkaitan dengan kesehatan juga berkaitan dengan privasi atau kerahasiaan. "Pada prinsipnya, informasi terkait kesehatan, seperti informasi penyakit yang diderita, riwayat kesehatan, adalah informasi pribadi. Maka, informasi ini selayaknya tidak dipublikasikan secara tidak perlu," kata Johnny.

Hal seperti ini juga berlaku untuk hasil tes kesehatan, misalnya hasil swab antigen, rumah sakit, yang mengandung sejumlah informasi pribadi. Tiket vaksinasi Covid-19 pun sebaiknya tidak dibagikan ke media sosial, karena mengandung kode QR (QR code), yang merupakan tautan untuk beberapa informasi pengguna di aplikasi PeduliLindungi.

Demi keamanan dan kerahasiaan data, hanya pergunakan sertifikat sudah mengikuti vaksinasi Covid-19 untuk kepentingan yang sudah diotorisasi. Seperti untuk laporan kesehatan karyawan di sebuah perusahaan atau ketika menggunakan layanan kesehatan atau transportasi umum.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Siti Alifah Dina, sudah pernah mengingatkan pentingnya program vaksinasi memperhatikan aspek perlindungan data pribadi dalam pendataannya. Sebab, sebagian data yang dikumpulkan merupakan data yang sensitif dan akan berdampak negatif kalau tidak terlindungi.

"Adanya kebocoran data pribadi konsumen sebuah marketplace dan dugaan diperjualbelikannya data tersebut di pasar gelap pada tahun lalu tentu masih segar dalam ingatan," kata Siti Alifah Dina dalam keterangan tertulisnya.

Ia memaparkan, pendataan yang dilakukan oleh pihak yang mendukung vaksinasi dilakukan secara survei yang mengharuskan adanya pengisian data, dari mulai nomor induk kependudukan (NIK), tanggal lahir, alamat lengkap dan juga nomor ponsel. "Informasi serupa dari anggota keluarga karyawan juga harus diisi dan dilengkapi, misalnya nama, tempat tanggal lahir, serta hubungan keluarga. Kerawanan dari sederet informasi tadi tentu perlu dilindungi dan dijamin kerahasiaannya," ucapnya.

Kekhawatiran Dina melihat adanya vendor yang digandeng pemerintah dalam penyelenggaran vaksinasi. Termasuk wacana vaksinasi mandiri oleh perusahaan-perusahaan.

Merujuk pada draf RUU Perlindungan Data Pribadi, Dina melanjutkan, pengisian data harus mendapatkan consent atau persetujuan dari si pemilik data, misalnya melalui tickbox. Consent atau persetujuan dari pemilik data didapatkan dengan menyertakan informasi pemrosesan data.

Informasi tersebut meliputi pihak mana saja yang dapat mengakses data tersebut, tujuan dari pengisian data (apakah ada tujuan selain untuk distribusi vaksin) dan berapa lama data itu akan digunakan pengontrol data. Pemilik data juga harus mendapatkan jaminan kalau data pribadinya hanya akan diakses oleh pihak yang berkepentingan dan tidak akan disebarluaskan.

"Mendapatkan persetujuan dari pemilik data pribadi sangat krusial. Pemilik data perlu meminta persetujuan atau consent mereka terhadap data pribadinya. Setelah itu perlu adanya jaminan bahwa data mereka tidak akan disalahgunakan dan disebarluaskan," jelas Dina.

Pemerintah mengadakan program berskala nasional vaksinasi Covid-19, yang akan berlangsung hingga tahun depan. Vaksinasi ini dibagi dalam dua gelombang, yakni gelombang I pada Januari hingga April 2021, diprioritaskan untuk tenaga kesehatan, warga lanjut usia dan petugas yang bekerja di sektor pelayanan publik.

Gelombang kedua berlangsung pada April 2021 hingga Maret 2022, untuk masyarakat rentan yang berada di daerah berisiko penularan tinggi. Program ini menyasar sekitar 181 juta orang, atau 70 persen dari total penduduk Indonesia untuk menciptakan kekebalan kolektif atau herd immunity.

Selain vaksinasi gratis, Indonesia juga akan mengadakan vaksinasi mandiri atau vaksinasi gotong royong setelah program pemerintah. Meski pun sudah ada vaksin, masyarakat tidak serta-merta bebas dari Covid-19. Otoritas kesehatan terus mengingatkan masyarakat untuk tetap memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak.

photo
Reaksi tubuh setelah divaksinasi - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement