Sabtu 27 Feb 2021 12:12 WIB

Wapres Ingatkan Perbedaan Pendapat Wajar di Negara Demokrasi

Pendapat maupun kritik harus disampaikan dengan saling menghormati.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Indira Rezkisari
Wakil Presiden Maruf Amin.
Foto: Dok.KIP/Setwapres
Wakil Presiden Maruf Amin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengingatkan perbedaan pendapat serta pro kontra merupakan suatu hal yang wajar di negara demokrasi. Namun demikian, ia mengatakan segala pendapat itu harus disampaikan dengan narasi-narasi kerukunan.

"Dengan narasi yang sejuk, merangkul, bukan narasi konflik dan kebencian," kata Ma'ruf saat memberi sambutan di Kongres ke-6 Ikatan Alumni Universitas Kristen Indonesia (IKA UKI) Tahun 2021, Sabtu (27/2).

Baca Juga

Ma'ruf mengatakan segala pendapat maupun kritik harus disampaikan dengan cara yang baik serta tetap menjaga dan menghormati kesepakatan nasional. Ia menilai Pemerintah dan seluruh elemen bangsa kata Ma'ruf, harus bersama-sama bekerja dalam menjaga kerukunan dan keutuhan bangsa.

"Hanya dengan menjaga dan menghormati kesepakatan nasional, kita akan mampu menjaga keutuhan bangsa," kata Ma'ruf.

Hal ini untuk mengantisipasi fenomena maraknya ujaran kebencian di masyarakat, terutama di media sosial telah memicu terjadinya konflik antar kelompok atau golongan. Karenanya, ia mengimbau agar  kita semua dapat lebih bijak dalam menyampaikan pendapat/ide/gagasan, yaitu dengan cara-cara yang santun tanpa menyakiti seseorang, kelompok maupun golongan.

"Sampaikan kritik dengan cara-cara yang baik dan santun sehingga tidak menimbulkan salah tafsir dan memicu konflik," kata Ma'ruf.

Sebab, kata Ma'ruf, derasnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi informasi yang menimbulkan disrupsi, menjadi ancaman terhadap rasa kebangsaan dalam suatu negara yang majemuk, termasuk Indonesia. Hal itu karena adanya ekses globalisasi membuat sebagian kelompok masyarakat dan individu merasa termarjinalkan dan mencoba mengaktualisasikan eksistensi dengan menonjolkan hal-hal yang eksklusif secara berlebihan. Sikap ini kemudian sangat berpotensi melemahkan persatuan dan kesatuan nasional

"Karena itu sebagai generasi penerus, kita semua wajib memahami dan menjaga kesepakatan-kesepakatan dasar, tidak cukup hanya dengan menghafal atau mencatatnya sebagai rujukan saja, tetapi dengan mengaplikasikannya dalam berbagai aspek kebijakan maupun sikap dan perilaku bermasyarakat dan bernegara,"  katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement