REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan Indonesia terus melakukan pelacakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya varian baru virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 di Tanah Air. Caranya melalui peningkatan kegiatan pengurutan genom menyeluruh (whole genom sequencing/WGS).
"Kami perlu melakukan WGS yang lebih intensif dan juga WGS sebagian (pengurutan genom sebagian) untuk menemukan apakah sudah ada mutasi atau varian baru virus penyebab COVID-19 di Indonesia," kata Bambang dalam acara Indonesia-UK Interdisciplinary Sciences Forum: Enabling Global Health Security, Jakarta, Kamis (25/2).
Pengurutan genom menyeluruh penting dilakukan untuk mengetahui apakah varian baru yang teridentifikasi di negara lain sudah masuk atau belum ke Indonesia. Bambang menuturkan hingga saat ini di Indonesia belum ditemukan adanya varian baru virus SARS-CoV-2, termasuk yang dari Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil.
Menurutnya, kegiatan pengurutan genom virus harus semakin masif dilakukan di daerah-daerah di Indonesia dalam mengidentifikasi keberadaan varian dan mutasi baru. Kemenristek bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya dalam melakukan pengurutan genom virus SARS-CoV-2 di Tanah Air.
"Sekarang Indonesia mulai mempunyai surveilans genom yang lebih baik, khususnya untuk memantau keberadaan varian baru atau mutasi baru virus penyebab COVID-19," ujarnya.
Kegiatan pengurutan genom virus itu dilakukan banyak negara di dunia, termasuk Inggris. Inggris dapat menemukan B 1.1.7 yang merupakan varian baru virus corona penyebab COVID-19, melalui kegiatan surveilans genomnya terhadap sampel virus yang bersirkulasi di wilayahnya. Varian itu ternyata lebih menular dibanding varian sebelumnya.
"Inggris memiliki surveilans genom terbaik di dunia. Itu sebabnya Inggris dapat menemukan mutasi baru ini, varian baru dari virus penyebab COVID-19 dan tahu bagaimana menanganinya, dan telah memimpin beberapa riset pendahuluan tentang dampak varian baru terhadap tingkat keparahan penyakit, infeksi dan dampaknya terhadap pengembangan vaksin," ujar Menristek.