REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Priyantono Oemar
Lahan yang ditinggalkan itu ditumbuhi gulma. Biasanya, setelah 2-3 tahun ditinggalkan karena tradisi ladang berpindah, lahan bergulma itu akan diolah lagi. Mereka percaya, dengan berpindah ladang, ladang yang sudah dipakai sebelumnya akan disuburkan kembali oleh alam.
Rupanya, di antara berbagai jenis gulma itu, ada serai wangi. Lantas dibudidayakanlah gulma yang memiliki nilai ekonomi itu. “Tanamnya mudah, panennya mudah, produksinya juga mudah. Untuk olah minyak cukup ambil daunnya saja,” ujar Beyum Antonela Beru, salah satu koordinator penanaman serai wangi di Distrik Mare, Kabupaten Maybrat, Papua Barat.
Maka, lahan-lahan kosong yang ditinggalkan untuk 2-3 tahun itu kemudian ditanami serai wangi. Ada enam penanam di Kampung Kombif, lima penanam di Kampung Bakrabi, tiga penanam di Kampung Suswa, dua penanam di Kampung Nafase, dua penanam di Kampung Seya, dan satu penanam di Kampung Malios.
“Kami sedang menyiapkan rumah produksi dan pembersihan lahan produksi seluas lima hektare di Kampung Kombif, dua hektare di Kampung Bakrabi, dan dua hektare di Kampung Suswa,” ungkap Beyum.
Di Kampung Kombif tinggal 21 keluarga dengan 93 jiwa. Dari 21 keluarga itu, ada empat keluarga yang tinggal di rumah belum layak huni. Pekerjaan mereka adalah bertani dan berburu untuk keperluan konsumsi sehari-hari.