Rabu 24 Feb 2021 15:39 WIB

Kerumunan Saat Jokowi di NTT, Kubu HRS-FPI Tuntut Keadilan

Kubu HRS dan FPI meminta polisi adil mengusut kerumunan massa saat Jokowi di NTT.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan Bendungan Napun Gete di Desa Ilinmedo, Kecamatan Waiblama, Sikka, NTT, Selasa (23/2) sore WITA.
Foto: Setkab
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan Bendungan Napun Gete di Desa Ilinmedo, Kecamatan Waiblama, Sikka, NTT, Selasa (23/2) sore WITA.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizhah, Ali Mansur, Sapto Andika Candra

Sejak kemarin hingga hari ini beredar viral video yang menunjukkan kegiatan kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Maumere, Nusa Tenggara Timur pada Selasa (23/3) ini. Dalam video tersebut terlihat kerumunan warga yang menyemut di sekitar iring-iringan mobil Presiden Jokowi.

Baca Juga

Masyarakat setempat ramai melambaikan tangan ke arah presiden. Jokowi pun merespons sambutan warga dengan membuka atap mobilnya, kemudian membalas lambaian tangan ke arah masyarakat. Terlihat juga presiden melemparkan cenderamata ke arah kerumunan warga.

Kejadian tersebut dinilai berpotensi melanggar protokol kesehatan karena justru menimbulkan kerumunan. Apalagi jumlah massa yang berkerumun terlihat cukup masif dan tanpa ada jeda jarak antarwarga.

Eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman mengatakan, aparat penegak hukum harus mengusut peristiwa kerumunan di tengah pandemi Covid-19 yang dihadiri Presiden Jokowi di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Ini kasus kerumunan bersifat delik umum. Silakan aparat penegak hukum saatnya berlaku sama dengan apa yang terjadi pada Habib Rizieq Shihab (HRS), monggo. Masyarakat Indonesia menunggu keadilan tersebut," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (24/2).

Kemudian, ia melanjutkan masyarakat Indonesia rindu dan ingin sekali hukum ditegakkan terhadap semua orang yang melanggar protokol kesehatan (prokes) sebagai pelaksanaan dari negara hukum yang berkeadilan dan beradab. Ia menambahkan, masyarakat Indonesia pasti mendukung aparat penegak hukum untuk bersikap sama tanpa pandang bulu.

Momentum yang tepat sekali ini untuk menunjukkan keadilan.

"Jangan lupa, ada pemberian hadiah dalam kegiatan tersebut yang merupakan unsur penghasutan untuk supaya massa hadir dalam kerumunan yang hal tersebut adalah pelanggaran prokes. Jadi bisa dikenakan pasal 160 KUHP tentang penghasutan itu," kata dia.

Ia berharap aparat penegakkan hukum bisa berlaku adil kepada siapapun yang memang melanggar aturan yang dibuat salah satunya prokes.

"Makanya, masyarakat Indonesia saat ini menanti keadilan atas perlakuan yang sama dimuka hukum agar sesuai dengan Pancasila dalam menyelenggaran negara yang kami cintai ini," kata dia.

 

 

 

Kuasa hukum Habib Rizieq Shihab (HRS), Alamsyah Hanafiah juga ikut menyoroti video kegiatan Presiden Jokowi saat berkunjung ke Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, Selasa (23/2).

"Kalau presiden melambaikan tangan dan terjadi kerumunan masyarakat maka tentunya melanggar Pasal 93 UU Tentang Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana yang disangkakan kepada Habib Rizieq," kata Alamsyah saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (24/2).

Dengan demikian, kata Alamsyah, polisi harus memanggil Jokowi untuk diperiksa atas pelanggaran protokol kesehatan karena menimbulkan kerumunan. Tentunya jika jika polisi ingin menegakkan hukum siapapun yang melanggar peraturan harus ditindak tanpa pandang bulu.

"Apabila Polri mau menegakkan hukum seharusnya berdasarkan asas persamaan hak di hadapan hukum maka siapapun yang melanggar peraturan protokol kesehatan harus di tindak oleh polisi tanpa pandang bulu," Alamsyah menambahkan.

Kemudian, lanjut Alamsyah, kasus kerumunan Jokowi di NTT tersebut akan dijadikan bukti untuk membebaskan kliennya. Ia menegaskan di mata hukum tidak ada perbedaan antara Jokowi sebagai seorang presiden dengan tokoh FPI tersebut.

 

photo
Habib Rizieq telah tiga kali menjadi tersangka sejak kembali ke Indonesia - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement