REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara
Vaksinasi bagi kelompok masyarakat lanjut usia (lansia) sudah dimulai di sejumlah ibu kota provinsi. Lansia merupakan bagian dari komunitas yang sangat penting untuk divaksin karena merupakan kelompok yang paling berisiko bila sampai terinfeksi Covid-19.
Pengamat kesehatan lulusan Universitas Gadjah Mada sekaligus relawan Covid-19, dr. Muhamad Fajri, mengingatkan pentingnya bagi para lansia, terutama yang memiliki penyakit komorbid atau penyerta untuk berkonsultasi diri dulu ke dokter sebelum divaksin. "Kita menghindari reaksi yang kita tidak tahu. Pada orang-orang di Norwegia, lansia yang rapuh meninggal. (Terkait ini) Pemerintah (Indonesia) sudah berhati-hati betul. (Lansia) kalau kena komorbid, konsultasikan dulu ke dokter," kata dia melalui laman Instagramnya, dikutip Senin (22/2).
Sebelumnya, pada pertengahan Januari lalu, pejabat di Norwegia melaporkan 33 orang berusia 75 tahun ke atas meninggal dalam waktu singkat setelah menerima vaksin Covid-19 dari Pfizer Inc. dan BioNTech SE. Setelah peninjauan, komite Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan kematian ini terjadi pada sub-populasi lansia yang lemah.
Walau begitu, mempertimbangkan risiko-manfaat, vaksin tetap menguntungkan bagi orang lanjut usia. Otoritas pengawas vaksin di Jerman, Paul Ehrlich Institute seperti dikutip dari The Washington Post, Senin menyatakan, penyelidikan kematian tujuh orang lanjut usia di wilayahnya tak lama setelah divaksin Pfizer-BioNTech mungkin karena penyakit yang mendasari pasien.
Lebih lanjut terkait pelaksanaan vaksinasi, Kementerian Kesehatan menyediakan dua pilihan mekanisme pendaftaran yakni di fasilitas kesehatan masyarakat baik di Puskesmas maupun rumah sakit milik pemerintah dan swasta. Lansia dapat mendaftar dengan mengunjungi website Kementerian Kesehatan yaitu www.kemkes.go.id dan website Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) di covid19.go.id.
Di kedua website tersebut akan tersedia link atau tautan yang dapat diklik oleh sasaran vaksinasi masyarakat lanjut usia. Di dalamnya terdapat sejumlah pertanyaan yang harus diisi.
Dalam mengisi data tersebut peserta lanjut usia dapat meminta bantuan anggota keluarga lain atau melalui kepala RT atau RW setempat. "Jadi proses pendaftaran ini sasaran vaksinasi bisa dibantu oleh keluarga ataupun RT atau RW setempat," ujar Juru bicara Vaksinasi Covid-19, dr. Siti Nadia Tarmizi.
Selanjutnya Dinas Kesehatan akan menentukan jadwal dan termasuk hari, waktu, serta lokasi pelaksanaan vaksinasi kepada masyarakat lanjut usia. Pilihan kedua, mekanisme melalui vaksinasi massal yang dapat diselenggarakan oleh organisasi atau institusi yang bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan seperti organisasi untuk para pensiunan ASN, Pepabri atau Veteran Republik Indonesia.
Fajri mengatakan, vaksin Sinovac atau vaksin Covid-19 lainnya tidak akan menyebabkan sakit Covid-19. Kalaupun seseorang dinyatakan positif pascavaksinasi, maka bisa jadi ada penularan di wilayah orang itu tinggal atau berdiam atau sebelumnya dia sudah terkena Covid-19.
"Ketika kuman masuk ke dalam tubuh tidak langsung membuat sakit tetapi butuh waktu 2-14 hari. Misalnya saya 10 Februari disuntik, seminggu kemudian saya sakit Covid-19, apa karena vaksin? Tidak. Dia sudah tertular sakit Covid-19 akhir Januari sampai awal Februari," kata dia.
Para penyintas Covid-19 bisa divaksin karena sejauh ini belum ada bukti penyakitnya menjadi lebih berat setelah vaksinasi. Kementerian Kesehatan menyatakan penyintas Covid-19 yang sudah melewati tiga bulan pasca penyakitnya boleh divaksin.
Setelah vaksinasi, bukan berarti kebal Covid-19 karena vaksin belum dirancang mencegah penularan penyakit yang menjadi pandemi sejak tahun lalu itu. Penerima vaksin masih bisa terkena Covid-19 pascavaksinasi, tetapi gejalanya tidak berat.
"Anda jika terinfeksi harus diisolasi dan mampu menularkan," tutur Fajri.
Sejauh ini, kontraindikasi orang divaksin Covid-19 yakni orang yang memiliki alergi terhadap bahan-bahan tertentu di dalam vaksin dan punya penyakit autoimun.
Pakar kesehatan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Junior Doctor Network (JDN) Indonesia, dr. Vito Anggarino Damay mengingatkan mereka yang sudah divaksin Covid-19 tetap harus menjaga diri agar tak berkontak dengan mereka yang positif Covid-19. "Orang yang divaksinasi masih ada risiko menyebarkan virus," ujar dia, kepada Antara saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Vito mengatakan, anjuran sejauh ini masih sama usai divaksin. Yakni tetap menerapkan protokol kesehatan antara lain mencuci tangan, mengenakan masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas agar tak terkena Covid-19 atau menularkan penyakit akibat virus SARS-CoV-2 itu pada orang lain.
Apabila setelah divaksin berkontak dengan orang yang ternyata positif Covid-19, prosedur yang perlu dilakukan sama seperti sebelum divaksin yakni PCR tes atau minimal antigen swab. "(Prosedur setelah tes) saat ini masih sama, tapi tentunya setelah menerima vaksinasi diharapkan setidaknya tidak perlu (masuk) ICU atau tidak perlu rawat inap, cukup isolasi mandiri saja," kata dia.
Panduan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) belum lama ini menyatakan, orang yang telah divaksinasi Covid-19 tidak perlu melakukan isolasi mandiri apabila terpapar seseorang yang terinfeksi virus SARS-CoV-2. Walau begitu, menurut CDC, mereka yang telah divaksinasi tetap harus memperhatikan gejala Covid-19 selama 14 hari setelah terpapar.
Apabila mengalami gejala, mereka harus dievaluasi dan dites Covid-19. CDC juga mengingatkan, orang-orang perlu tetap mematuhi semua protokol kesehatan termasuk memakai masker, menjaga jarak sosial, menghindari kerumunan dan ruang berventilasi buruk.
"Vaksinasi akan membuat seseorang reaktif ketika diperiksa rapid test antibodi ketika kekebalannya muncul. Namun ini tidak berarti positif swab antigen apalagi positif pada tes swab PCR," kata Vito.