Senin 22 Feb 2021 16:09 WIB

Jokowi Ingatkan Potensi Karhutla di Sumatra pada Februari

Puncak karhutla diprediksi terjadi pada Agustus hingga September.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Agus raharjo
Relawan mencoba memadamkan api ketika simulasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pekanbaru, Riau, Kamis (30/1/2020).
Foto: Antara/Rony Muharrman
Relawan mencoba memadamkan api ketika simulasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pekanbaru, Riau, Kamis (30/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pulau Sumatra pada Februari ini. Cuaca yang mulai panas di Sumatra dapat memicu terjadinya titik panas di sejumlah daerah.

“Pada bulan Februari ini, Pulau Sumatra berpotensi terjadi karhutla karena di Sumatra sudah mulai panasnya agak tinggi,” ujar Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/2).

Selain di Sumatra, karhutla juga berpotensi terjadi di sebagian Kalimantan dan Sulawesi pada Mei hingga Juli. Puncak karhutla diprediksi terjadi pada Agustus hingga September. Karena itu, Jokowi meminta agar seluruh pihak baik pemerintah daerah maupun jajaran terkait agar menyiapkan pencegahan dan penanganan karhutla.

“Nah, kita ini harus betul-betul tahu puncaknya kapan. Sehingga persiapannya apa, dimulai dari sekarang. Planning-nya disiapkan, organisasi dicek betul sudah bekerja atau tidak. Pada saat betul-betul nanti panas, kita sudah siap semuanya,” kata Jokowi.

Berdasarkan laporan yang diterima Presiden, memasuki 2021 ini karhutla dilaporkan telah terjadi sejak akhir Januari. Misalnya terjadi di Riau yang ditemukan 29 titik panas dan di Kalimantan Barat ada 52 titik. Presiden pun meminta daerah rawan karhutla agar mewaspadai dan tak lengah terhadap potensi bencana ini.

Dalam upaya mengantisipasi terjadinya karhutla, Presiden juga menekankan enam hal prioritas. Pertama, memprioritaskan upaya pencegahan. Kedua, monitoring atau pengawasan harus dapat dilakukan hingga tingkat bawah. Ketiga, mencari solusi permanen untuk mencegah dan menangani karhutla di tahun-tahun mendatang.

Keempat, penataan ekosistem gambut dalam kawasan hidrologi gambut. Ia pun mengaku telah meminta Kepala BRGM agar memfokuskan kawasan hidrologi dengan memastikan permukaan air tanah tetap terjaga.

Kelima, penanganan karhutla secepatnya dengan tak membiarkan api semakin membesar sehingga sulit dikendalikan. Karena itu, ia meminta agar kepala daerah setempat tanggap jika muncul titik panas. Keenam, dilakukan penegakan hukum tanpa kompromi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement