REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban belum bisa merespons banyak terkait diterbitkannya 45 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres) sebagai aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Namun, ia memastikan KSBSI akan menyoroti empat hal di dalam 49 beleid baru dalam aturan turunan UU Cipta Kerja tersebut.
"Minimal kami menyoroti di empat itu, pengupahan, outsourcing, kontrak kerja, pesangon, dan nanti ada yang lain-lain baru kita mengambil sikap seperti apa," kata Elly kepada Republika, Senin (22/2).
Elly mengatakan, KSBSI akan membahas secara internal terkait aturan-aturan tersebut selama dua hari ini mengingat aturan yang dikeluarkan jumlahnya cukup banyak. Namun, tidak menutup kemungkinan KSBSI akan menyampaikan sikap lanjutan jika dalam pembahasan ditemukan aturan yang lebih buruk dan merugikan buruh.
"Memang kita temukan beberapa pasal yang ya kalau dari pihak mengatakan bahwa itu agak sedikit buruk lah khususnya soal PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) yang sudah di lima tahun, belum berhenti kita soal upah minimum dan upah sektoral yang sudah dihilangkan tiba-tiba ada lagi upah padat karya yang keluar dari peraturan pemerintah yang turunan omnibus law kan," kata dia.
Presidium Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas), Indra Munaswar, menyebutkan sampai saat ini Gekanas belum ada rencana untuk membahas aturan turunan tersebut. Serikat pekerja dan serikat buruh saat ini masih konsentrasi terhadap judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Target maksimal kami, UU Cipta Kerja dibatalkan oleh MK. Target minimal, semua pasal-pasal yang jelas-jelas merugikan angkatan kerja dan pekerja dibatalkan," kata dia.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan 49 beleid baru sebagai aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Sebanyak 45 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres) diteken Jokowi sebagai aturan teknis dari UU Cipta Kerja yang lebih dulu terbit.