Senin 22 Feb 2021 12:29 WIB

Tingkat Kepercayaan Vaksin dan Problem Politik Sisa Pilpres

Masalah tingkat kepercayaan masyarakat atas vasin juga meliputi persoalan politik.

 Tabung vaksin Covid-19 di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (17/1). Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan menggelar vaksinasi tahap kedua untuk pedagang pasar Tanah Abang dengan target 1.500 orang pedagang pada hari ini. Republika/Thoudy Badai
Foto:

Survei terkait vaksinasi Covid-19 juga digelar oleh lembaga Parameter Politik Indonesia. Berdasarkan hasil survei, tingkat penerimaan vaksin berdasarkan teritori atau wilayah menemukan jika tingkat bersedia masyarakat divaksin di Pulau Jawa lebih tinggi dari luar Pulau Jawa. Ada sekitar 57,4 persen masyarakat di Pulau Jawa yang bersedia divaksin, sedangkan di luar Pulau Jawa di angka 51,3 persen.

"Jika dilihat sebarannya, masyarakat Pulau Jawa lebih siap menerima vaksin 57,4 persen, sementara masyarakat luar Pulau Jawa yang bersedia divaksin ada 51,3 persen," kata Direktur Eksekutif Paramater Politik Adi Prayitno dikutip dalam rilisnya, Senin (22/2).

Adi menjelaskan, lebih tingginya masyarakat Pulau Jawa untuk divaksin dikarenakan Pulau Jawa masih menjadi episentrum wabah. Ini dinilai sebagai alasan masyarakat Pulau Jawa lebih sadar terhadap vaksin.

"Mereka membutuhkan vaksin untuk menormalisasi kegiatan sosial dan ekonomi mereka yang terganggu akibat pandemi Covid-19," katanya.

Sementara, secara umum, survei terhadap 1.200 responden menemukan yang bersedia disuntik jika vaksin Covid tersedia sekitar 54,8 persen dan yang menolak ada 22,4 persen walaupun diberikan secara gratis oleh pemerintah.

Sedangkan, masyarakat yang sudah yakin dengan kualitas dan keamanan vaksin Sinovac ada 57,7 persen sementara yang belum yakin ada 31,2 persen. Untuk, responden yang sudah cukup yakin terhadap kemampuan vaksin yakni 47,3 persen.

"Ada 32,2 persen yang tidak yakin vaksin dapat mengembalikan kehidupan seperti sedia kala," katanya.

Karena itu, Adi mendorong pemerintah harus terus menyosialisasikan vaksin agar tingkat bersedia masyarakat untuk divaksin makin meningkat.

"Salah satu pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan pemerintah adalah melakukan sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat, khususnya beberapa golongan yang penerimaannya terhadap vaksin cenderung rendah atau penolakannya cenderung tinggi," kata Adi.

Survei Paramater Politik dilakukan pada 3-8 Februari menggunakan sampel 1.200 responden. Survei dilakukan dengan menggunakan metode simple random sampling dari 6.000 data target yang telah dipilih secara random dari kerangka sampel.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode telepolling menggunakan kuisioner dengan margin of error survei sebesar ± 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku upaya sosialisasi vaksinasi Covid-19 yang dilakukan pemerintah belum optimal. Kenyataan di lapangan yang ia temui, masih banyak kelompok masyarakat yang enggan untuk divaksin.

Jokowi menyadari bahwa sosialisasi yang dilakukan pemerintah selama ini masih sebatas penjelasan bahwa vaksin itu aman dan halal. Sosialisasi, ujar Presiden, belum secara optimal membuat masyarakat secara sukarela berbondong-bondong untuk disuntik vaksin Covid-19.

"Tapi, memang betul sosialisasi itu memang kurang. Ternyata, dari yang kita lakukan ke pedagang pasar, 10 pedagang yang kita tanya, yang mau divaksin hanya tiga. Yang tujuh enggak mau," ujar Jokowi dalam dialog bersama sejumlah pimpinan media massa, Rabu (17/2).

Sosialisasi, menurut Presiden, salah satunya dilakukan dengan memperbanyak pelaksanaan vaksinasi massal. Maksudnya, vaksinasi dilakukan secara massal di tempat-tempat strategis yang dinilai dekat dengan rakyat.

Misalnya, vaksinasi terhadap pedagang pasar dilakukan langsung di pasar. Cara tersebut dianggap memberi 'efek psikologis' yang positif agar masyarakat mau divaksin.

"Saya kira, dari ini, kampanye dari mulut ke mulut akan muncul. Saya lihat setelah 1-2 orang disuntik, kemudian melewati temannya terus ditanya 'Gimana?' 'Enggak apa-apa'. Mungkin itu pada senang," ujar presiden.

Karenanya, Jokowi menambahkan, penerapan sanksi dan denda terhadap masyarakat yang menolak vaksin bukan menjadi solusi utama pemerintah. Pendekatan persuasif melalui promosi yang lebih masih tetap menjadi prioritas.

"Yang paling penting memang kesadaran, dan memang tidak ingin sanksi ini kita tonjolkan. Itu namanya kan orang disuruh vaksin tapi ditakut-takutin. Saya kira ndak seperti itu yang kita inginkan. Kesadaran yang baik yang diperlukan," kata Jokowi.

 

photo
Kelompok Prioritas Vaksinasi Covid-19 - (republika/mardiah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement