REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, umumnya hujan di wilayah Jabodetabek terjadi pada malam hingga dini hari dan berlanjut pagi hari. Untuk itu, BMKG mengimbau agar semua pihak mewaspadai potensi banjir yang terjadi di waktu-waktu tersebut.
"Umumnya kejadian hujan terjadi malam hingga dinihari dan berlanjut sampai pagi hari. Ini merupakan waktu-waktu yang kritis dan perlu diwaspadai," kata Dwikorita pada konferensi pers secara daring yang dipantau di Jakarta, Sabtu (20/2).
BMKG juga memprakirakan hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat bisa berpotensi terjadi merata di wilayah DKI Jakarta hingga sepekan ke depan. Sebelumnya, BMKG juga sudah mengeluarkan peringatan dini pada 18-19 Februari yang memprediksi wilayah Jabodetabek diguyur hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat dengan curah hujan antara 100-150 mm.
Berdasarkan data yang dihimpun BMKG, tercatat curah hujan tertinggi terjadi di Pasar Minggu mencapai 226 mm/hari, kemudian di Sunter Hulu 197 mm/hari, Lebak Bulus 154 mm/hari dan Halim 176 mm/hari. Akibat hujan lebat yang terjadi sejumlah wilayah dan pemukiman penduduk di ibukota tergenang banjir.
Deputi Bidang Meteorologi Guswanto menjabarkan, kondisi cuaca ekstrem di wilayah Jabodetabek tersebut disebabkan sejumlah faktor. Pada 18-19 Februari, terpantau adanya seruakan udara dari Asia yang cukup signifikan mengakibatakan peningkatan awan hujan di Indonesia bagian barat.
Kemudian terpantau aktivitas gangguan atmosfer di zona equator (Rossby equatorial). Ini mengakibatkan adanya perlambatan dan pertemuan angin dari arah utara membelok tepat melewati Jabodetabek sehingga terjadi peningkatan intensitas pembentukan awan-awan hujan.
Selain itu, ada tingkat labilitas dan kebasahan udara di sebagian besar wilayah Jawa bagian barat yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah Jabodetabek.
BMKG juga memantau adanya daerah pusat tekanan rendah di Australia bagian utara yang membentuk pola konvergensi di sebagian besar Pulau Jawa. Ini berkontribusi juga dalam peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan di barat Jawa termasuk Jabodetabek.
"Ada beberapa faktor penyebab banjir di DKI Jakarta yaitu hujan yang jatuh di sekitar Jabodetabek yang bermuara di Jakarta, kemudian hujan yang jatuh di Jakarta sendiri serta ada pasang laut. Selain itu daya dukung lingkungan juga sangat berpengaruh," katanya.
Saat ini, wilayah Jabodetabek masih masuk puncak musim hujan yang diperkirakan masih berlangsung pada akhir Februari hingga awal Maret 2021.