REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat menyatakan risiko kecelakaan kerja di perkantoran sangat minim. Meski demikian, bukan berarti tidak ada potensi gangguan kesehatan karyawan karena insfrastrukturnya tidak menunjang.
Kepala Disnakertrans Jabar, Rachmat Taufik Garsadi mengatakan banyak gedung pemerintah yang belum menerapkan fasilitas untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Oleh karena itu, ia terus berkoordinasi dengan satuan kerja di sejumlah dinas untuk melakukan edukasi.
“Tahun kemarin di gedung sate kami melakukan uji riksa. Selama ini, di pemerintahan pun belum mengetahui apa itu K3 jika dibandingkan dengan perusahaan besar,” uja Rachmat usai meninjau pemeriksaan di Gedung Bappeda, akhir pekan ini.
Menurutnya, kemungkinan kegiatan di pemerintahan seperti rapat-rapat jarang memperhatikan kualitas udara daj cahaya. Padahal, sekarang Covid-19.
"Tidak seperti di industri. Biasanya (di gedung pemerintah) . Ini kalau tidak diperhatikan kurang baik bisa membahayakan atau mengganggu kesehatan penyakit akibat kerja secara jangka panjang,” katanya.
Selain itu, kata dia, kualitas udara atau cahaya yang kurang baik berpengaruh pada kinerja atau produktivitas pegawai. Karena mereka cepat lelah dan sering mengantuk. Biasanya, rekomendasi yang diberikan adalah pembenahan untuk ruang udara dan cahaya.
“Jadi risiko (kecelakaan kerja di perkantoran pemerintah) memang rendah. Tapi bukan berarti dibiarkan. Tahun kemarin di Gedung Sate lebih ke (memberikan masukan fasilitas) protokol kesehatan. Ini sekarang di Gedung Bappeda,” katanya.
Pada program yang bersifat implementatif dengan penerapan protokol kesehatan, Disnakertans Jabar melalui Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan dan fungsional Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis berkolaborasi dengan Balai K3 Bandung dan PJK3 melakukan pemeriksaan dan pengujian alat K3 elevator dan pemeriksaan lingkungan kerja di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Barat.
Riksa Uji Lingkungan Kantor kali ini dilakukan pada factor fisika serta penerapan hygiene dan sanitasi terkait dengan kebutuhan udara dalam ruangan, salah satunya adalah kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality). Kedepannya, kegiatan riksa uji akan diadakan pada sejumlah perusahaan di lingkungan kerja UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah I-V di Jawa Barat.
Pasca riksa uji pada elevator diharapkan terpenuhinya standard persyaratan K3 dan peralatan K3 (elevator dan escalator) tersebut layak digunakan sehingga tidak terjadi kecelakaan (zero accident). Dan pada lingkungan kerja diketahui kondisi K3 lingkungan kerja, sejauh mana penerapan hygiene dan sanitasi dilaksanakan di tempat kerja, serta untuk melaksanakan langkah-langkah pengendalian ketika hasil riksa uji k3 lingkungan Kerja dan penerapan Higiene & sanitasi di atas nilai ambang batas (NAB) atau tidak memenuhi standar. N Arie Lukihardianti