Sabtu 20 Feb 2021 09:39 WIB

Masyarakat Diingatkan Gunting Limbah Masker Sebelum Dibuang

Selain mengurangi potensi penyalahgunaan, juga mengurangi potensi penularan penyakit.

Foto squence limbah masker.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Foto squence limbah masker.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 yang terjadi hampir satu tahun menyisakan problema tersendiri khususnya limbah masker. Penggunaan masker masuk protokol kesehatan (prokes) dengan 3M (menggunakan masker, rajin mencuci tangan, dan menjaga jarak).

Terkait limbah masker, Satgas Covid-19 Sub Bidang Penanganan Limbah Medis gencar melakukan sosialisasi penanganan limbah masker. Limbah masker termasuk kategori limbah B3 yang tidak bisa diolah secara mandiri. Limbah infeksius ini memerlukan penanganan khusus dari petugas yang berkompeten.

"Penanganan limbah masker untuk di rumah sakit atau fasilitas layanan kesehatan sudah sesuai aturan. Ada protokolnya. Namun bagaimana penanganan limbah masker untuk pasien yang positif Covid-19 dan menjalankan isolasi mandiri. Ini yang perlu disadari," kata dr Lia Partakusuma dari Sub Bidang Penanganan Limbah Medis Satgas Covid-19 dalam acara Katadata forum virtual seris "Gunting dan Buang Masker Bekasmu" live di Instagram, Jumat (19/2)

Lia menuturkan, selama pandemi Covid-19, tercatat limbah masker sejumlah 1.662 ton. Yang perlu diperhatikan dalam penanganan limbah masker di masyarakat adalah dengan menggunting menjadi dua bagian dan memotong tali masker. Setelah digunting, masker disemprot disinfektan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah bisa berupa amplop atau kantong plastik daur ulang yang ditutup rapat. Sebagai penanda bahwa itu merupakan limbah infeksius yang berbahaya, wadah tersebut dapat ditulis limbah infeksius. 

"Kalau perlu pasang gambar tengkorak. Biar orang takut," ujar Lia.

Tujuan merusak masker menjadi dua bagian dan memotong tali menurut Lia, untuk mengurangi potensi pihak yang tidak bertanggungjawab mendaur ulang masker dan dijual kembali. Pasalnya, penjualan masker daur ulang sempat terjadi. Pelaku mengumpulkan masker bekas yang dibuang, lalu disetrika, dan dijual.

"Ada pernah laporan. Maskernya ada sisa lipstik. Karena di awal pandemi kebutuhan masker tinggi. Ada orang yang membeli dari pribadi. Harganya murah tapi tidak tahu kualitasnya," kata Lia.  

Untuk itu, Lia menganjurkan agar limbah masker dirusak sebelum dibuang. Selain mengurangi potensi penyalahgunaan, juga mengurangi potensi penularan penyakit oleh virus.

Lia menjelaskan, virus jika menempel bersama cairan bisa hidup 3-4 hari. Tetapi bila hanya virus itu sendiri, akan mati dalam waktu 3-4 jam.

Lia juga mengingatkan limbah masker sebaiknya dibuang dalam dropbox. Pengadaan dropbox ini bisa dilakukan oleh pemerintah daerah, lingkungan setempat misal RT, atau untuk hotel dan gedung yang menjadi lokasi isolasi mandiri pasien Covid-19.

Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Nomor 2 Tahun 2020 tentang pedoman pengelolaan limbah infeksius (B3) dan sampah rumah tangga untuk penanganan virus Covid-19. Dengan SE ini, penanganan limbah medis mekanismenya akan sama dengan limbah medis.

Terkait penanganan limbah masker, Satgas menggelar acara Pekan Peduli Limbah Masker. Melalui acara ini, Satgas menyosialisasikan gerakan peduli limbah masker ke lapisan masyarakat. Acara berlangsung sepekan dengan acara puncak pada Ahad (21/2) di Marunda.

"Harapannya agar peserta yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat menyampaikan pesan yang telah kami sampaikan ke kelompok mereka dengan bahasa mereka," kata Lia.

Upaya lainnya dalam penanganan limbah masker, Satgas mengusulkan produsen masker memuat cara membuang masker dalam kemasan produk masker yang mereka buat.

"Jangan hanya pesan cara menggunakan masker. Tapi pesan cara membuang limbah masker. Jangan lupa bertanggung jawab membuang limbah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement