REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Meskipun ganjil genap memberi dampak terhadap menurunnya kasus positif Covid-19 di Kota Bogor, Jawa Barat, tingkat okupansi hotel di Kota Bogor juga ikut turun hingga lebih dari 50 persen. Untuk itu, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk mengevaluasi kebijakan ganjil genap.
Ketua PHRI Kota Bogor, Yuno Abeta Lahay mengatakan, PHRI berharap Pemkot Bogor juga memberi perhatian terhadap sektor ekonomi, termasuk pada usaha hotel. Karena itu, PHRI berharap kalau kebijakan ganjil genap bisa dievaluasi.
"Kalau memang karena penurunan kasus positifnnya berhasil, kita juga berharap ada perhatian lagi terhadap sektor ekonomi," kata Yuno, Rabu (17/2).
Harapan PHRI agar sektor ekonomi diberi perhatian antara lain, pendapatan asli daerah (PAD) yang seharusnya diterima Pemkot Bogor dari perhotelan setiap akhir pekan hilang saat penerapan ganjil genap. Meskipun, penurunan PAD dari usaha hotel belum akan terasa bulan ini, melainkan bulan depan. Sehingga kebijakan ganjil genap diharapkan dievaluasi kembali.
Berdasarkan data PHRI Kota Bogor, terdapat penurunan okupansi hotel pada akhir pekan saat diterapkan ganjil genap. Yuno mengatakan, dibandingkan akhir pekan sebelumnya, tingkat okupansi di hotel-hotel bintang 3 dan bintang 4 turun lebih dari 50 persen.
Selain itu, Yuno berharap pihak Pemkot Bogor mengundang PHRI terkait perpanjangan ganjil genap pada akhir pekan ini dengan perubahan waktu. Nantinya, PHRI berencana untuk menyampaikan aspirasi pihak manajemen hotel.
"Sejak awal rekan-rekan pengelola hotel dan restoran memang berharap, kalau bisa pencegahan kasus positif lebih masif ke daerah-darrah yang sebenarnya di luar kontrol," ungkapnya.
Meski demikian, Yuno menuturkan, pihak hotel masih berusaha kreatif mencari solusi mandiri. Misalnya, membuat promo ganjil genap sesuai dengan tanggal ganjil genap.