Senin 15 Feb 2021 20:12 WIB

Membaca Dampak Luar Biasa Covid dalam Statistik Kemiskinan

Orang miskin di Indonesia bertambah 1,13 juta orang dalam kurun waktu 6 bulan.

Seorang warga memetik kangkung di Sungai Jangkuk, di permukiman padat penduduk di Ampenan, Mataram, NTB, Senin (25/1). Badan Pusat Statistik hari ini mengumumkan angka-angka terbaru kemiskinan di Indonesia yang menjadi cerminan dampak luar biasa pandemi Covid-19. (ilustrasi)
Foto:

Dirjen Penanganan Fakir Miskin (Dirjen PFM) Asep Sasa Purnama Kementerian Sosial (Kemensos) ketika dikonfirmasi terkait rilis data BPS soal angka kemskinan memilih enggan berkomentar. Dirjen PFM Kemensos Asep Sasa Purnama, yang juga anak buah Menteri Sosial Tri Rismaharini tidak menanggapi pertanyaan wartawan, terkait naiknya angka kemiskinan menjadi dua digit.

Bahkan ketika ditanyakan langkah Kemensos agar bansos yang dijalankan kembali di 2021 lebih bisa terukur. Asep hanya meminta agar pertanyaan diarahkan ke Mensos.

"Saran saya pertanyaan diarahkan ke Bu Mensos saja ya. Agar jawabannya komprehensif dan resmi oleh Mensos," kata Asep sambil menolak wawancara wartawan via Whatsapp, Senin (15/2).

Asep bahkan meminta agar selanjutnya setiap pertanyaan diajukan secara formal tertulis melalui Biro Humas, dan tidak lagi ke pejabat Dirjen. "Disampaikan ke biro Humas saja atau ke Sekjen pak. Supaya penjelasannya komprehensif," katanya. Karena ia menilai penjelasannya soal angka kemiskinan ini mungkin tidak bisa komprehensif.

"Karena penjelasannya lumayan pak," tambahnya.

Sebelumnya, Mensos Risma dalam beberapa kesempatan, termasuk saat raker dengan Komisi VIII pertengahan Januari 2020 lalu mengakui memang ada penambahan jumlah masyarakat miskin akibat Covid-19. Karena itu, untuk efektivitas program bansos mencakup penambahan warga miskin akibat pandemi ini perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sangat penting.

Sampai saat ini, diakui Risma, proses perbaikan DTKS masih berlangsung, termasuk pihaknya juga memperbaiki parameter kemiskinan di masyarakat. "Jadi parameternya akan kita susun lagi bersama-sama. Saya berharap untuk parameter kemiskinan ini supaya bisa tepat di tiap daerah sehingga bisa menutupi ketika ada penambahan jumlah masyarakat miskin," kata Risma.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan, diperlukan adanya penajaman bantuan sosial yang diberikan selama pandemi berlangsung. Yusuf mengatakan, bantuan sosial yang diberikan baik dalam bentuk sembako maupun tunasi perlu dilanjutkan. Pemerintah, kata Yusuf, sudah memiliki Program Keluarga Harapan (PKH) yang sudah ada sejak sebelum pandemi.

Program tersebut, kata Rendy, harus dikombinasikan dengan bantuan perlindungan sosial seperti yang sudah dijalankan selama pandemi setahun terakhir.

"Dalam satu hingga dua tahun ke depan PKH harus dilanjutkan dengan kombinasi seperti kebijakan saat pandemi. Seperti bantuan langsung tunai. Bantuan sembako juga masih perlu dilanjutkan hanya saja penyalurannya harus dievaluasi," kata Yusuf kepada Republika, Senin (15/2).

Ia mengatakan, selain itu, program e-warong untuk penyaluran bantuan juga harus digencarkan lagi. Menurut dia, pada masa pemulihan saat ini, program e-warong dapat membantu pemerintah untuk menurunkan kemiskinan.

"Program e-warong bisa direvitalisasi kembali untuk mekanisme bantuan langsung tunai," ujarnya.

Yusuf pun berpendapat, meski kenaikan angka kemiskinan masih di bawah 1 persen, secara absolut kenaikan jumlah kemiskinan sebesar 2,76 juta cukup besar. Pasalnya, angka itu mengalami lonjakan ketimbang kenaikan kemiskinan terakhir yang terjadi pada 2017 lalu.

"Ini cukup dahsyat karen Covid-19 mampu menghapuskan usaha pemerintah menurunkan angka kemiskinan dari tahun 2017," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement