Ahad 14 Feb 2021 18:36 WIB

Barabai Muda dan Al-Aqsha BSD Bangun Huntara di Kalsel

Jadi yang pertama memberikan bantuan huntara di Desa Alat Seberang sangat tidak mudah

Tim pembangunan huntara dari Aqsha Tanggap Bencana (ATB) Masjid Al-Aqsha De Latinos BSD City-Tangerang Selatan dan Barabaimuda saat membangun huntara yang diperuntukkan untuk korban banjir Kalimantan Selatan beberapa waktu lalu.
Foto: dokpri
Tim pembangunan huntara dari Aqsha Tanggap Bencana (ATB) Masjid Al-Aqsha De Latinos BSD City-Tangerang Selatan dan Barabaimuda saat membangun huntara yang diperuntukkan untuk korban banjir Kalimantan Selatan beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Tak banyak orang yang memikirkan bantuan fisik pascabencana banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel) Januari 2021 lalu. Sebagian besar bantuan yang diberikan untuk masyarakat korban banjir masih seputar area logistik, suplai makanan, dan sembako. 

Atas dasar itu, Aqsha Tanggap Bencana (ATB) Masjid Al-Aqsha De Latinos BSD City-Tangerang Selatan bersinergi dengan Barabaimuda bersama-sama membangun hunian sementara (huntara) untuk para korban banjir di Desa Alat Seberang, Kecamatan Hantakan, Hulu Sungai Tengah, Kalsel. 

Desa Alat Seberang dipilih menjadi lokasi pembangunan huntara dikarenakan merupakan wilayah dengan kondisi terparah akibat banjir. Dana yang digunakan untuk membangun huntara dihimpun dari donasi jamaah Masjid Al-Aqsha De Latinos serta donasi dari berbagai elemen masyarakat dari seluruh Indonesia yang berdonasi melalui ATB maupun Barabaimuda.

Huntara yang dibangunkan oleh Aqsha Tanggap Bencana dan Barabaimuda dibanderol senilai Rp 15 juta per unitnya, dengan ukuran total 8x4 meter.

"Meskipun namanya huntara, tetapi untuk pondasi dan tiang utama kami tetap menggunakan kayu ulin seperti kebiasaan masyarakat Banjar dalam membangun rumah. Tujuan penggunaaan kayu ulin ini adalah agar huntara yang dibangunkan kuat dan kokoh serta tahan lama selama bertahun-tahun setidaknya sampai masyarakat mampu membangun hunian tetap," kata koordinator lapangan untuk pembangunan Aqsha Huntara, Iqbal, dalam siaran pers yang diterima Republika, Ahad (14/2).

Iqbal mengungkapkan, menjadi yang pertama memberikan bantuan hunian sementara di Desa Alat Seberang sangat tidak mudah. Selain karena akses jembatan menuju RT 03 dan 04 sempat hilang tertelan banjir dan yang ada hanya jembatan darurat, mobil material tidak dapat sampai ke lokasi pembangunan huntara. Alhasil dengan dibantu masyarakat setempat, tim Barabaimuda mengangkat material untuk membangun huntara secara manual dengan dipanggul bersama-sama. 

Tantangan lain yang muncul adalah jumlah masyarakat yang memerlukan huntara mencapai puluhan, sementara donasi yang terkumpul untuk pembangunan huntara hingga hari ini baru cukup untuk membangun sekitar 10 unit huntara. Sehingga mau tidak mau, pembangunan huntara harus diprioritaskan untuk korban banjir dengan kondisi khusus yang paling memerlukan. Beberapa prioritas utama yang diberikan bantuan huntara seperti keluarga dengan lansia, keluarga dengan balita atau ibu hamil, serta keluarga dengan anggota keluarga yang sakit berat atau menahun. 

Pembangunan setiap unit huntara ditargetkan selesai dalam waktu maksimal 10 hari agar segera para korban banjir dapat segera berpindah ke huntara. Dalam pengerjaannya, tim Barabaimuda dibantu oleh keluarga yang mendapatkan huntara, masyarakat setempat, serta elemen-elemen pendukung lain. 

"Alhamdulillah, TNI Kodim 002/ Barabai juga pernah berkunjung pada tanggal 9 Februari 2021 ke lokasi salah satu huntara yang sudah hampir 80 persen selesai, dan sempat ikut membantu pemasangan papan dinding," kata Iqbal menambahkan.

Sejak 1 Februari 2021 lalu, pembangunan huntara telah dimulai. Huntara pertama diperuntukkan untuk Wahidah (50 tahun), seorang janda dengan empat balita yang kehilangan rumah berikut tanah-tanahnya. Sedangkan huntara kedua, dibangun untuk Wahyudi (49 tahun), keluarga dengan balita.

Baik Wahidah maupun Wahyu memilih untuk direlokasi tempat tinggalnya, yang semula berada di tepian sungai, ke area hutan yang tanahnya lebih tinggi dan lebih aman dari banjir. "Sudah trauma banjir, tidak mau tinggal lagi di tepi sungai," kata Wahidah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement