Rabu 10 Feb 2021 20:22 WIB

Tes Antigen Jadi Strategi Pemerintah Tingkatkan 3T

Ke depan pemerintah perlu dorong tes antigen produksi lokal untuk tekan biaya.

Petugas kesehatan melakukan tes swab antigen kepada jurnalis di Gedung Filantropi Dompet Dhuafa, Jakarta, Selasa (9/2). Dompet Dhuafa memberikan layanan pemeriksaan swab antigen secara gratis kepada jurnalis selama 3 hari mulai 9-11 Februari 2021 dalam rangka memeriahkan Hari Pers Nasional 2021.Prayogi/Republika
Foto:

Mantan Direktur WHO Asia Tenggara yang berkantor di New Delhi, India, Tjandra Yoga Aditama, berbagi cerita soal penanganan Covid-19 di India dan Indonesia. Ia merasakan ada perbedaan yang cukup menonjol di antara kedua negara dalam mengatasi penyakit asal China tersebut.

Berdasarkan pengalaman pribadinya, Prof Tjandra mengungkapkan lockdown di India berbeda dari Indonesia. Saat mengalami lockdown selama beberapa bulan, ia mengamati jalanan memang amat sepi di India. Kondisi ini berbanding terbalik di Indonesia di mana kendaraan masih meramaikan jalanan walau berstatus lockdown.

"Jarang sekali mobil di jalan waktu itu, dalam jarak beberapa kilometer selalu ada barikade polisi juga. Walaupun saya tidak pernah disetop karena pakai mobil diplomatik," kata Prof Tjandra pada Republika, Rabu (10/2).

Kemudian, masyarakat tidak dibiarkan bebas berkegiatan luar ruang di India selama lockdown. Prof Tjandra mengaku saat ingin olahraga sore di dalam komplek kantornya saja terpaksa membawa kantong plastik kosong. Tujuannya untuk berpura-pura ingin belanja sehingga dibiarkan berjalan-jalan.

"Kalau ditanya petugas saya akan bilang bahwa ini bukan jalan-jalan tapi mau ke toko beli makanan. Ini contoh pengalaman pribadi ketatnya lockdown (India)," ujar Guru Besar FKUI itu.

Selain itu, Prof Tjandra mengamati testing Covid-19 memang dilakukan sangat masif di India. Pemerintah menyiapkan fasilitas testing di banyak tempat. Harga tes PCR di India juga lebih murah ketimbang di Indonesia sehingga memudahkan masyarakat yang ingin testing.

"Waktu September (2020) saya pulang ke Jakarta maka sebelum terbang saya panggil Llb ke rumah dan bayarnya Rp 400 ribu. Besoknya sampai Jakarta mau tes ulang bayarnya (waktu itu) lebih sejuta," ucap Prof Tjandra.

India pun memberlakukan subsidi agar harga tes PCR dapat ditekan serendah mungkin. "Sekarang seluruh India harga PCR ditetapkan maksimal Rp 160 ribu, di beberapa daerah di subsidi Pemda sehingga di dekat bandara Delhi tarifnya Rp 100 ribu dan satu hari selesai," tutur Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes Kemenkes itu.

Walau demikian, Prof Tjandra tetap bersikap bijak agar masyarakat tak mengkomparasi Indonesia dalam hal penanganan Covid-19. Sebab masing-masing negara punya faktor internal dan eksternal berbeda.

Epidemiolog dan peneliti pandemi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mendukung langkah pemerintah Indonesia yang ingin memperkuat strategi pelacakan atau tracing melawan Covid-19. Meski ia menyindir penguatan strategi itu sudah terlambat.

"Indonesia walau terlambat tetap harus dilakukan rapid tes antigen diperkuat karena lebih mudah, murah dan cepat," kata Dicky pada Republika.

Dicky menilai negara lain sudah menunaikan tugas penguatan tracing sejak jauh hari. Sebab seperti itulah arahan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam meredam gejolak Covid-19.

Dicky menyarankan pemerintah memperkuat produksi alat tes swab antigen dalam negeri. Tujuannya agar alat itu bisa lebih murah dan mudah diperoleh masyarakat.

"Bedanya mereka tidak ada rekomendasi WHO langsung dilakukan, produksi (alat swab antigen) nasional dilakukan biar tidak ada ketergantungan impor. Harga luar biasa murah bahkan bisa gratis untuk penduduk," ungkap Dicky.

Selain itu, Dicky prihatin karena sebagian masyarakat terpaksa melakukan testing mandiri karena rendahnya jumlah testing dari pemerintah. Padahal mestinya testing secara masif jadi kewajiban pemerintah.

"Jangan mandiri karena itu bagian dari strategi penanganan Covid. Oleh karena itu gratis (dari pemerintah). Maka pemerintah harus cari solusi yang tidak memberatkan pemerintah sendiri," ucap Dicky.

Dicky menekankan agar pemerintah tak asal menggunakan alat untuk tracing dan testing. Ia mengkritisi penggunaan GeNose buatan UGM yang mulai dilakukan di sarana transportasi. Cara GeNose mendeteksi Covid-19 dengan menggunakan embusan napas. "Karena kalau salah memilih strategi testing yang terjadi itu bukannya terkendali kasusnya malah meledak," ungkap Dicky.

photo
Indonesia dan Negara-Negara dengan 1 Juta Kasus Covid-19 - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement