REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pers nasional pada 9 Februari 2021 berulang tahun. Hari itu, 75 tahun lalu, para wartawan pejuang mendirikan organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Sepanjang sejarahnya pers merupakan agen perubahan, yang turut membantu memerdekakan dan mendirikan Indonesia.
“Semoga pers selalu istiqomah menjalankan fungsi memberi informasi, mengedukasi, memberi hiburan, dan alat kontrol demokrasi di tengah tantangan media sosial,” ujar Ketua Umum DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), KH Chriswanto Santoso.
Dia menyatakan banyak jasa pers dalam sejarah perjuangan bangsa, sebagaimana jasa para pahlawan yang bertempur secara fisik untuk melahirkan Indonesia.
Chriswanto mengingatkan kembali, dalam dua dekade terakhir, media massa menghadapi tantangan serius dari media sosial. Tantangan itu berupa kecepatan informasi dan ekonomi, “Dunia cepat berubah, media sosial menyerap iklan dan informasi bergerak cepat, bahkan bisa ditayangkan langsung secara individu bukan lagi lembaga pers,” ujar Chriswanto.
Kerja pers yang selalu mengedepankan cek ricek dan liputan dua sisi (coverbothside), yang diolah dari reporter hingga redaktur, tergantikan dengan informasi langsung, sensasional, yang semua dikerjakan oleh satu orang,
“Dan masyarakat hanya mementingkan sensasionalnya. Inilah yang pada akhirnya membuat gaduh. Secara pribadi, mereka yang tak memiliki self sencorship akan serta merta menyebarkan informasi. Ini yang gawat,” papar Chriswanto.
Akibatnya mudah ditebak, sebagian besar orang lebih meyakini kabar-kabar sensasional dibanding berita yang disuguhkan media sosial, “Apalagi para selebritas media sosial juga menggunakan potongan-potongan kutipan media massa untuk memperkuat opininya, ini yang membuat masyarakat yang tak paham informasi kian beralih ke media sosial,” papar Chriswanto.
Namun, dia juga memperhatikan media massa kini juga memanfaatkan media sosial, untuk mengejar ketertinggalannya. Mengenai pengelolaan informasi, Chriswanto mengingatkan, agar media merenungkan kepada siapa mereka bekerja? “Secara fisik media bekerja untuk perusahaannya, namun secara filosofi, pikiran, dan perjuangan, mereka bekerja untuk rakyat Indonesia,” papar Chriswanto.
Menurut pandangannya, dengan bekerja untuk rakyat, media massa bisa memberikan informasi yang bertanggung jawab, tak sekadar dapat dipertanggungjawabkan melalui mekanisme cek dan ricek serta peliputan dua sisi.
Seyogianya, tutur Chriswanto, dengan mementingkan kepentingan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jernih dan mendudukkan sesuatu pada tempatnya, maka lembaga pers telah bekerja dengan etika dan hati nurani, “Karena bisnis pers bukan soal keuntungan semata, tapi membuat kehidupan rakyat Indonesia semakin baik karena itulah tugas pers sebagai tiang keempat demokrasi,” ulas Chriswanto.
Alhasil, menurutnya, pers jangan terjebak pada sensasional dan memanfaatkan kekacauan atau kontroversial untuk kepentingan bisnisnya, “Pers jangan lagi berprinsip bad news is good news, media seperti ini bakal ditinggalkan para pembaca atau pemirsanya,” ujarnya. Tapi suguhkan informasi yang mendidik dan menggugah daya kritis masyarakat.
Dia berpendapat, pers harus turut dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa dalam Pembukaan UUD 1945. Chriswanto menyambut baik Hari Pers Nasional bertema “Bangkit dari Pandemi, Jakarta Gerbang Pemulihan Ekonomi, Pers sebagai Akselerator Perubahan.”
Menurutnya, tema itu disertai dengan segala pemberitaannya, akan membangkitkan semangat bangsa Indonesia dalam menghadapi krisis, sekaligus membangkitkan ekonomi nasional, pungkasnya, "Selamat Hari Pers Nasional, semoga selalu menciptakan Indonesia yang lebih baik," jujur dia.