REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengaku prihatin dengan banyaknya media cetak yang berhenti terbit. Menurutnya, media massa yang berhenti beroperasi merupakan kado pahit bagi peringatan Hari Pers Nasional (HPN).
"Berakhirnya masa terbit tiga media cetak itu merupakan kado pahit menjelang peringatan hari pers nasional 2021," kata Yasonna di Jakarta, Senin (8/2) dalam acara peringatan HPN 2021.
Dia mengatakan, berhentinya operasional media cetak saat ini bukan karena mendapat kekangan dari pemerintah atau dibredel. Dia melanjutkan, mereka tidak bisa menerbitkan cetakan media lantaran diterjang pandemi Covid-19 serta perkembangan teknologi.
Dia mengatakan, padahal media massa merupakan pilar keempat demokrasi di samping trias politika. Dia mengatakan, pers juga menjadi pengawal suara kebenaran serta menggaungkan tuntutan-tuntutan masyarakat hingga tempat terpencil dan terpelosok di Indonesia.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menegaskan, bahwa fungsi tersebut hanya bisa dilakukan oleh media massa resmi dan bukan media sosial semisal TikTok, Facebook atau Instagram. Dia kemudian meminta, pers menyampaikan kebenaran dan kritik secara bertanggungjawab.
Yasonna mengingatkan, media massa konvensional untuk terus berinovasi agar tak kalah oleh perubahan akibat tekanan zaman. Dia mengatakan, perubahan zaman dan perkembangan teknologi informasi ditambah masifnya penetrasi internet menyebabkan tekanan luar biasa bagi media massa konvensional.
"Media harus mulai mencari program inovatif dan fresh, mengkreasi konten menjadi lebih menarik, melibatkan audiens secara online dan offline, serta mengeksplorasi berbagai pendekatan baru dalam jurnalismenya," katanya.