Sabtu 06 Feb 2021 06:50 WIB

Jenderal Wismoyo yang Galak dengan Prajurit Berperut Buncit

KSAD Jenderal Wismoyo Arismunandar bangga pada SBY yang cepat beradaptasi.

Jenderal Wismoyo Arismundar (pegang kamera), Letjen Yunus Yosfiah (jongkok), Letjen Tarub (belakang), dan Letjen Sutiyoso (kanan) saat masih perwira pertama. Para perwira pertama tersebut menyamar menjadi turis kala  digeral Operasi Flamboyan di Timor Timur yang dipimpin komandan saat itu, Dading Kalbuadi.
Foto: Istimewa
Jenderal Wismoyo Arismundar (pegang kamera), Letjen Yunus Yosfiah (jongkok), Letjen Tarub (belakang), dan Letjen Sutiyoso (kanan) saat masih perwira pertama. Para perwira pertama tersebut menyamar menjadi turis kala digeral Operasi Flamboyan di Timor Timur yang dipimpin komandan saat itu, Dading Kalbuadi.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Selamat Ginting/Wartawan Senior Republika

Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar memang ingin, para perwira selain memiliki kecakapan militer, juga memiliki ilmu yang tinggi. Kecakapan militer diterjemahkan dalam program back to basic melanjutkan program KSAD sebelumnya, Jenderal TNI Edi Sudradjat.

Inti dari back to basic yang digagas Jenderal Edi Sudradjat pada 1988, adalah fungsi pertahanan keamanan (hankam) tidak dilupakan, sebab itulah tugas utama TNI. Saat itu TNI masih ber-dwifungsi, yaitu fungsi hankam dan sosial politik (sospol). Wismoyo melanjutkannya dengan melembagakannya sebagai program TNI AD melalui sistem dan operasinya.

Ia begitu galak pada pelanggaran disiplin militer. Ingin kembali memperkuat TNI AD dengan menghidupkan kembali beberapa lembaga yang dulu pernah dipenggal saat reorganisasi TNI tahun 1985 era Panglima ABRI Jenderal LB Moerdani dan KSAD Jenderal Rudini.

Wismoyo pun antara lain menghidupkan kembali Komando Pengembangan Pendidikan dan Latihan (Kobangdiklat) yang diberinya nama baru Kodiklat (Komando Pendidikan, Doktrin dan Latihan). Mayjen TNI Hendropriyono ditunjuk menjadi komandannya. Termasuk menghidupkan kembali beberapa brigade infantri (brigif) komando daerah militer (kodam) di Pulau Jawa.

Tidak sembarang menentukan komandan brigade infateri (danbrigif). Wismoyo tidak ingin tentara kulitnya glowing, seorang komandan lapangan tempur posturnya harus ideal. Kolonel (Infanteri) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang akan dipromosikan menjadi Danbrigif Lintas Udara (Linud) 17/Kostrad pada 1993 menjadi korbannya.

SBY ditunda menjadi danbrigif. Diminta agar kulitnya lebih berwarna sawo matang dan berat badannya harus diturunkan. Maka, SBY pun menjalani latihan ketat menurunkan berat badan dengan berlari di tengah hari hingga kulitnya gosong. Sudah lebih cokelat seperti dikehendaki Wismoyo. Berat badannya bukan ideal lagi, malah terlihat agak kurus.

Wismoyo bangga pada SBY yang cepat beradaptasi. Setelah itu, barulah SBY dilantik menjadi Danbrigif. SBY juga sekolah hingga mendapatkan gelar master (magister) administrasi di Amerika Serikat. Tipikal pemimpin ideal yang diharapkan Wismoyo.

Dia pun melakukan operasi 'perut buncit' ke kodam-kodam. Perwira-perwira yang perutnya buncit diancamnya tidak diberikan jabatan. Ia berikan waktu kepada para panglima kodam untuk menentukan batas waktu bagi para prajurit untuk segera mengembalikan postur tubuh ideal. "Ini tentara apa? Kok perutnya buncit. Jangan lupa olahraga dan jaga kebugaran".

Dekat wartawan

Wismoyo juga berusaha dekat dengan wartawan untuk menyosialisasikan program back to basic-nya. Ia ajak wartawan keliling nusantara. Bukan sekadar mengajak wartawan untuk mengikuti kunjungan kerjanya. Tapi wartawan juga diajari untuk menghapal Sumpah Prajurit, Sapta Marga, dan Delapan Wajib TNI.

Tujuannya agar tidak salah menuliskannya dalam laporan jurnalistik. Beberapa kali wartawan dites di depan prajurit. Yang hapal akan diberikan bonus dalam bentuk dolar AS. Hal ini juga untuk memotivasi prajurit. "Wartawan liputan ABRI saja hapal, masak kalian prajurit ABRI tidak hapal? Jangan bikin malu KSAD," pinta Wismoyo dengan suaranya yang serak.

Pernah suatu ketika, Wismoyo seperti kehilangan ide untuk berbicara di depan para prajurit batalyon zeni tempur dan kavaleri. Mungkin karena kelelahan. Kemudian ia menawarkan kepada rombongan wartawan. "Siapa yang bisa ceritakan kepada para prajurit tentang jenderal-jenderal hebat di medan perang?”"

Sebagai wartawan junior, penulis angkat tangan. Tanda bersedia memenuhi tantangan Jenderal Wismoyo. Kemudian menceritakan dua jenderal top Amerika Serikat (AS) di luar korps Infanteri, yang dikenal hebat dalam memimpin perang. Pertama, jenderal dari Korps Zeni, Douglas MacArthur.

Ia seorang jenderal bintang lima asal AS dan pernah menjadi KSAD pada dasawarsa 1930-an. Memimpin perang melawan tentara Kekaisaran Jepang di teater Pasifik selama Perang Dunia II.  Kedua, Jenderal dari Korps Kavaleri, George S Patton. Jenderal bintang empat pada Perang Dunia II.

Patton dikenal sebagai komandan militer yang brilian. Panglima Pasukan Ketujuh AS di front Mediterania, dan Pasukan Ketiga di Prancis dan Jerman saat Pendaratan Normandia pada Juni 1944. Dia dikenal sebagai ahli strategi perang tank di front Eropa dan Mediterania, serta merupakan perwira disiplin, lurus, dan rela berkorban.

Wismoyo terkejut, karena penulis bisa menceritakan kisah dua jenderal legendaris tersebut. "Kalau begitu, wartawan juga bisa jadi guru militer. Saya kasih honor untuk kamu sebagai guru militer dadakan," kata Wismoyo yang menyerahkan uang 50 dolar AS.

"Untuk membeli buku-buku ya. Nanti kamu ceritakan jenderal-jenderal hebat lainnya," timpal Wismoyo, bersemangat.

Karier militer Wismoyo tergolong cemerlang. Antara lain pernah menjadi Danjen Kopassandha (sekarang Kopassus) (1983-1985), Kepala Staf Kodam (Kasdam)IX/Udayana (1985-1987), Panglima Kodam VIII/Trikora (1987-1988), dan Panglima Kodam IV/Diponegoro (1988-1990).

Kemudian promosi menjadi Panglima Kostrad (1990-1992), Wakil KSAD (1992-1993), dan KSAD (1993-1995). Ia kalah bersaing dengan seniornya Feisal Tanjung (Akmil 1961) saat penentuan menjadi Panglima ABRI.

Lettu (Infanteri) Feisal Tanjung memang pernah menjadi Komandan Kompi Batalyon 3 RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) saat menumpas PKI (Partai Komunis Indonesia) tahun 1965-1966. Sebagai anak buahnya, antara lain Letda Wismoyo Arismunandar, Letda Sintong Panjaitan, dan Letda Kuntara.

Posisi KSAD yang ditinggalkan Wismoyo diserahkan kepada Jenderal R Hartono. Usai pensiun dari dinas militer pada Februari 1995, suami dari Sri Hardjanti, adik kandung mantan Ibu Negara Siti Hartinah (Ibu Tien Soeharto) diberikan tugas sebagai Ketua KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) selama dua periode.

Semoga Jenderal Wismoyo tenang di sisi Allah SWT, Panglima Tertinggi Maha Pencipta Alam Semesta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement