Kamis 04 Feb 2021 21:56 WIB

DKI Buka Peluang Aktifkan Kembali Sanksi Denda Progresif

DKI Jakarta pernah memberlakukan sanksi denda progresif bagi pelanggar prokes.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Warga yang melanggar aturan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) didata saat terjaring Operasi Tertib Masker di kawasan Kota Tua, Jakarta, Ahad (27/9/2020). Berdasarkan data Litbang Satpol PP DKI Jakarta sejak Senin (14/9) tercatat sebanyak 19.361 warga menerima sanksi sosial dan 1.449 warga membayar denda dengan total Rp229.575.000 karena melanggar aturan PSBB tidak mengenakan masker.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Warga yang melanggar aturan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) didata saat terjaring Operasi Tertib Masker di kawasan Kota Tua, Jakarta, Ahad (27/9/2020). Berdasarkan data Litbang Satpol PP DKI Jakarta sejak Senin (14/9) tercatat sebanyak 19.361 warga menerima sanksi sosial dan 1.449 warga membayar denda dengan total Rp229.575.000 karena melanggar aturan PSBB tidak mengenakan masker.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, pihaknya akan melakukan pembahasan ulang terhadap aturan penanggulangan pandemi Covid-19 di Ibu Kota. Hal ini dilakukan lantaran menurut Ariza, aturan yang ada bersifat dinamis.

"Aturan ini kan dinamis, kenapa aturan dinamis? Karena Covid memang dinamis. Covid bukan sesuatu yang statis sehingga aturan harus bisa menyesuaikan, bahkan aturan itu lebih maju dari dinamika yang ada," kaya Ariza di Balai Kota Jakarta, Kamis (4/2).

Baca Juga

Salah satu aturan yang akan dibahas lagi oleh Pemprov DKI adalah mengenai sanksi denda progresif bagi pelanggar protokol kesehatan secara berulang. Aturan ini sebelumnya tertuang dalam Pergub Nomor 79 tahun 2020 dan Pergub Nomor 101 tahun 2020.

Namun, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswesan kemudian menghapus sanksi tersebut usai mengeluarkan Pergub Nomor 3 Tahun 2021 yang mengacu pada Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19. Alasan penghapusan itu lantaran Pergub yang berlaku tidak boleh melebihi daripada Perda tersebut yang tak mengatur sanksi denda progresif.

Ariza menyebut, pihaknya pun membuka peluang untuk kembali mempertimbangkan menerapkan sanksi progresif itu. Namun, dia menyebut, hal itu akan didiskusikan dengan DPRD DKI Jakarta.

"Jadi jangankan Kepgub, Pergub, Perda pun dimungkinkan untuk direvisi. Nanti kita akan diskusikan poin mana yang perlu direvisi, dibahas. Nanti kita tanya juga teman-teman DPRD tentu punya masukan apa saja yang perlu disempurnakan," ungkap dia.

"Ya termasuk denda progresif ya, menurut kami itu perlu, tapi kita akan diskusikan dengan teman-teman di DPRD. Tapi masyarakat juga silakan masukannya, termasuk dari epidemiolog," sambungnya menjelaskan.

Ariza menambahkan, meski pemberian sanksi hanya berpengaruh 20 persen terhadap penanganan Covid-19, tetapi hal ini dibutuhkan untuk mendorong 80 persen sisanya bagi kesadaran masyarakat dalam melaksanakan protokol kesehatan.

"Ya sanksi itu tetap perlu, tapi dengan 20 persen tadi terhadap regulasi sanksi aparat diharapkan bisa mendorong 80 persen kesadaran masyarakat," tuturnya.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut sanksi denda progresif bagi pelanggar aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 3 tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Perda Nomor 2 tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019.

Pergub Nomor 3 tahun 2021 itu diteken Anies pada Kamis, 7 Januari 2021 lalu. Dengan diterbitkannya Pergub tersebut, maka secara otomatis menggugurkan tujuh Pergub sebelumnya.

Dua Pergub di antaranya, yakni Pergub Nomor 79 tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakkan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019. Kemudian, Pergub Nomor 101 tahun 2020 tentang Perubahan atas Pergub Nomor 79 tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.

Sementara itu, dalam Pergub Nomor 3 tahun 2021 ini, Anies tidak menerapkan aturan sanksi denda progresif. Salah satunya terhadap pelanggar masker.

"Denda administratif paling banyak sebesar Rp 250 ribu," bunyi Pasal 3 Pergub Nomor 3 Tahun 2021 seperti dikutip Republika, Rabu (20/1).

Hal tersebut berbeda dengan Pergub Nomor 79 tahun 2020 dan Pergub Nomor 101 tahun 2020. Dalam kedua Pergub tersebut dijelaskan bila tidak memakai masker secara berulang akan dikenakan sanksi denda secara berkelipatan, yakni sebesar Rp 250 ribu.

Kemudian, pelanggaran untuk yang kedua kalinya, warga dikenakan kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama 180 menit atau denda administratif paling banyak sebesar Rp 750 ribu.

Lalu, bila masyarakat melakukan pelanggaran berulang sebanyak tiga kali atau lebih, maka warga dikenakan sanksi kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama empat jam atau denda administratif sebesar Rp 1 juta.

Selanjutnya untuk pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab perkantoran, tempat kerja, tempat usaha, tempat industri, perhotelan atau penginapan lain yang sejenis atau tempat wisata dapat dikenakan penutupan sementara paling lama 3x24 jam.

Sedangkan bila melakukan pelanggaran ulang satu kali akan dikenakan denda administratif sebesar Rp 50 juta dan pelanggaran ulang kedua akan dikenakan denda sebesar Rp 100 juta.

Lalu, bila melakukan berulang untuk ketiga kalinya para pelaku usaha, pengelola, penyelenggara perkantoran hingga perhotelan akan dikenakan denda administratif sebesar Rp150 juta.

photo
Indonesia dan Negara-Negara dengan 1 Juta Kasus Covid-19 - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement